Orang Rantai (1892 - 1938)

Jika berbicara soal kerja paksa --seperti jaman Romusha oleh Jepang--, maka sebenarnya di Ranah Minang pada jaman kolonial Belanda juga ada kerja paksa, bahkan sebenarnya menjurus ke perbudakan. Lokasi terjadinya adalah di tambang batubara ombilin antara tahun 1892-1938.
Lihatlah gambar dibawah. Dua orang dengan kaki dan tangan dirantai sedang diturunkan dari sebuah kendaraan, Tepatnya gerbong kereta api --yang merupakan alat transportasi utama pada saat itu. Merekalah yang disebut dengan "orang rantai". 

Orang rantai merupakan sumber tenaga kerja murah bagi tambang batu bara di Sawahlunto yang sedang naik daun produksinya pada saat itu. Betapa tidak, hanya dengan menyediakan makan dan minum serta sedikit upah, tenaga kerja tersedia untuk menambang selama 24 jam sehari dan 7 hari seminggu. Non-stop.
Darimana datangnya orang rantai ini? Mereka adalah para narapidana dari penjara-penjara yang ada di Pulau Jawa dan tempat-tempat lain di Hindia Belanda. Dan sialnya, mereka ternyata tidak hanya terdiri dari para kriminal semata, tetapi juga para pemberontak dan tawanan politik yang melawan kekuasaan pemerintah kolonial Belanda. Jadi sebenarnya sebagian dari orang rantai adalah para pahlawan lokal yang nasibnya berakhir di pelosok Ranah Minang --tepatnya di dalam lubang tambang di Sawahlunto. Bercampur dengan para penjahat.
Orang rantai bekerja dalam 3 shift, pagi-siang-malam, masing-masing 8 jam. Mereka digiring dari kamp ke lubang tambang secara berbaris dengan cara kaki dan tangan dirantai satu sama lain. Begitupun waktu pulang. Persis binatang ternak yang digiring majikannya.  
Apapun bisa terjadi di dalam lubang tambang. Dendam dan permasalahan yang tidak selesai diluar bisa diselesaikan dengan perkelahian dan pembunuhan di lubang tambang. Pimpinan tambang tidak peduli dengan hal-hal seperti itu. Fasilitas kesehatan disini hanyalah untuk menjaga agar para orang rantai tetap sehat. Karena hanya yang sehat yang bisa bekerja. Tidak ada alasan lain. 
 Orang rantai yang masuk Sawahlunto berarti bersiap berkubur di sini.  Tanpa ada berita, semua lenyap ditiup angin Sawahlunto. Tidak ada jurnalis, tidak ada penggiat HAM yang mengetahui dan mengabarkan apa yang sebenarnya terjadi ke dunia luar. Tidak ada yang tahu bahwa perbudakan masih terjadi di zaman modern di dalam perut bumi Ranah Minang.




Ada satu hal yang menarik perhatian ambo. Tidak ada satupun dokumentasi yang ambo temukan sejauh ini yang menunjukkan adanya orang yang tangan dan kakinya dirantai terlihat sedang bekerja di dalam tambang. Contohnya seperti foto di atas. Para penambang bekerja dengan mengayunkan linggis sementara para bule dan centeng nyender-nyender ke tonggak sambil mengawasi pekerjaan.
Ada 2 kesimpulan ambo tentang hal ini. Pertama, bahwa perantaian hanya dilakukan pada saat di luar tambang. Dapat dimaklumi karena tidak ada tempat lari di dalam lubang tambang yang sempit dan pengap itu. Satu lagi, bagaimana mereka bekerja mengayunkan linggis dan mengambil kuda-kuda dengan kuat kalau saling dirantai? Artinya produktivitas tidak akan maksimal.
Kesimpulan kedua adalah bahwa memang para juragan tambang kolonial sengaja tidak memotret orang rantai yang sedang bekerja di dalam tambang. Tentunya untuk kepentingan politis. Apa kata dunia nanti? Jadi yang dipotret adalah buruh bebas atau buruh kontrak saja. Ini karena kedua jenis buruh ini juga ada di tambang batu bara ombilin.
Terakhir, tidak hanya selagi hidup, setelah meninggal dunia pun, tidak ada penghargaan yang layak bagi orang rantai. Tidak ada nama di nisannya agar keluarganya dapat mengunjungi dan berkirim doa. Yang ada hanya lah sederet nomor yang tidak begitu jelas artinya. Nomor register orang rantai kah atau nomor register kematian kah? Antahlah, yuang...

Sumber : kitlv.nl, sawahloento.blogspot.com, teraszaman.blogspot.com

0 komentar:

Daftar Kebaikan FPI

Selama ini masyarakat memandang FPI sebagai organisasi penuh masalah. Aksi-aksi sosial terhadap korban ketidakadilan jarang mendapat porsi layak di media. Tidak heran umat muslim memandang sebelah mata perjuangan FPI selama ini. Padahal banyak rekam jejak FPI membantu umat muslim dan masyarakat umum demi ketentraman dan kenyamanan. Berikut kami sajikan beberapa aksi positif yang sempat terekam. Tentu meski sedikit yang bisa kami rekam ditengah perjuangan FPI melawan kemaksiatan, sikap tegas mereka menghadapi kemungkaran, dan aksi patriotik mereka membantu korban bencana alam. Kami hanya mau bilang bahwa kita beruntung masih memiliki FPI sejak didirikan dari tahun 1998.

Tahun 1998
14 Oktober-18 Oktober Badan Pengacara Fakta DPP-FPI mengadakan investigasi kasus teror, pembantaian, dan pembunuhan para ulama, kyai, ustad, dan beberapa guru pengajian dengan dalih dukun santet di beberapa wilayah di Jawa Tengah dan Jawa Timur antara lain di Demak, Pasuruan, Jember, Purbalingga, dan Banyuwangi yang dipimpin langsung oleh Ketua Umum FPI Habib Muhammad Rizieq bin Husein Syihab.
21 Oktober DPP-FPI mengeluarkan Pernyataan Sikap dan Seruan tentang hasil kerja Badan Pencari Fakta DPP-FPI dari tanggal 14-18 Oktober 1998.Berbarengan dengan hal tersebut di atas DPP-FPI menyampaikan pernyatan sikap dan seruannya kepada Presiden Republik Indonesia tentang "Kasus Ninja"
28 Oktober DPP-FPI mengeluarkan "Seruan Jihad FPI" terhadap "pasukan ninja" yang telah meneror dan membunuh para kyai dan ulama. Konon Ninja yang menculik para kyai itu bisa loncat setinggi 2-3 meter. Dan FPI berusaha melindungi para ulama dari serangan ninja.
12 November DPP-FPI mengeluarkan Surat Pernyataan tentang Tuntutan Pertanggungjawaban Orde Baru.
13 November Menyampaikan aspirasi ke Sidang Istimewa MPR 1998 tentang tuntutan rakyat yang menghendaki :
- Pencabutan Pancasila sebagai asas tunggal
- Pencabutan P4
- Pencabutan Lima Paket Undang-undang Politik
- Pencabutan Dwifungsi ABRI dari Badan Legislatif atau Eksekutif
- Penghargaan hak asasi manusia
- Pertanggungjawaban mantan Presiden Republik Indonesia Soeharto
- Permohonan Maaf Golkar sebagai Penanggung Jawab Orde Baru
22 November Insiden Ketapang meletus, terjadi perusakan sebuah mesjid di bilangan Ketapang, Gajah Mada, Jakarta Pusat, oleh sejumlah kurang lebih 600 orang preman Ambon. Laskar Pembela Islam berhasil memukul mundur penyerang, dipimpin langsung oleh Imam Besar Laskar LPI, KH. Tb. M. Siddiq AR, di bawah komando Ketua Umum FPI.
1 Desember DPP-FPI mengeluarkan Pernyataan Sikap tentang Insiden Kupang, Nusa Tenggara Timur yang intinya "mengecam, mengutuk dan melaknat tindakan kelompok Kristen Radikal yang telah merusak / membakar sejumlah mesjid dan membantai / membunuh / menganiaya sejumlah umat muslim.
16 Desember FPI beserta ormas-ormas Islam lainnya di tugu Monumen Nasional berunjuk rasa dan mengeluarkan pernyataan sikap tentang penutupan tempat-tempat maksiat menghadapi bulan suci Ramadan 1419 H/1998 M.


Tahun 1999
5 Januari DPP-FPI mengeluarkan surat dukungan perjuangan kepada santri dan warga kelurahan Rawa Buaya, Kecamatan Jati Negara, Jakarta Timur, dalam memperjuangkan Amar ma'ruf nahi munkar dengan usaha menutup tempat-tempat maksiat di lingkungan sekitarnya yang menjadi sarang minuman keras, perjudian, pelacuran dan premanisme yang telah mengganggu kamtibnas serta merusak nilai-nilai agama dan sosial kemasyarakatan.
29 Maret DPP-FPI mengutus delegasi yang dipimpin oleh Sekjen FPI, KH. Drs. Misbahul Anam untuk menyampaikan surat kepada Jenderal Polisi Roesmanhadi perihal Permohonan Pemeriksaan mantan Menhankam/Pangab RI Jend. (Purn.) L.B. Moerdani dan kroni-kroninya tentang keterlibatannya dalam beberapa kerusuhan sebagaimana diberitakan oleh sebuah majalah Far Eastern Economic Review (FEER) yang terbit di Hongkong.
17 April Laskar Pembela Islam mengeluarkan pernyataan sikap bersama ormas Islam lainnya yang berisi mengutuk pelaku pemboman Mesjid Istiqlal, dan menuntut kepada pihak kepolisian agar mengusut secara tuntas pelaku pemboman tersebut.
24 Mei DPP-FPI dengan laskar-nya berhasil menangkap oknum mahasiswa Universitas Tarumanegara yang bernama Pilipus Cimeuw yang telah menurunkan spanduk FPI yang dipasang di jembatan penyeberangan di depan kampusnya karena tersinggung dengan isi tulisan spanduk yang berbunyi Awas waspada! Zionisme & Komunisme Masuk di Segala Sektor Kehidupan. Dua rekannya, Mario dan Iqbal melarikan diri.
2 Juni DPP-FPI dan LPI berunjuk rasa di depan Mapolda Metro Jaya mengeluarkan pernyataan sikap agar media-media pornografi, perjudian, pelecehan dan penindasan terhadap Islam dan ummat Islam dihapus.
6 Juni Malam hari sebelum Pemilu 1999, LPI menyelamatkan 18 orang ustadz yang terbagi di beberapa wilayah ibu kota dan sekitarnya, karena telah dianiaya oleh sejumlah kader PDI Perjuanganyang telah tersinggung oleh seruan dan fatwa beberapa ormas Islam
22 Agustus DPP-FPI, LPI dan simpatisan mengadakan Pawai Akbar keliling Ibu Kota Jakarta dengan nama "Pawai Anti Maksiat" yang bertema "Meraih Taat, Mencampak maksiat dalam rangka menuju Indonesia Baru yang Religius". Dimulai dari Markas Besar LPI di Petamburan, Tanah Abang, Jakarta Pusat dan berakhir di Kampung Utan, Ciputat, Jakarta Selatan
13 September LPI menutup beberapa tempat perjudian di daerah Petojo Utara, Kecamatan Gambir, Jakarta Pusat dan berhasil menangkap dua bandar judi dengan barang buktinya.
18 September LPI menutup tempat pelacuran/prostitusi di wilayah Ciputat
22 September LPI menutup diskotek Indah Sari yang menjadi sarang narkoba di Petamburan, Tanah Abang
25 September
- DPP-FPI mengeluarkan surat pernyataan tentang bahaya Forkot dan Famred sebagai kelompok mahasiswa kiri
- Aksi Peduli berbagai Kasus Nasional
Penyerahan bantuan ke Ambon sejumlah kurang lebih Rp 150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah) serta 7 kontainer logistik dan obat-obatan, bantuan tersebut diberikan melalui Ikatan Silahturrahmi Maluku yakni, KH. Abdul Wahab Polpoke, Tokoh-tokoh Ambon, Bapak Rustam Kastrol, dkk. Bantuan serupa diberikan juga untuk Sambas dan Tual serta Aceh
12 Desember Gedung Balai Kota DKI Jakarta diduduki selama 13 jam oleh LPI menuntut penutupan tempat hiburan selama bulan suci Ramadhan dan minggu pertama Syawal

Tahun 2000
24 Juni DPP-FPI mengeluarkan Surat Pernyataan tentang Tuntutan Pembubaran Komnas HAM dan Laskar Pembela Islam menyambangi Gedung Komnas HAM karena kecewa atas kinerjanya yang diskriminatif terhadap persoalan ummat Islam
10 Agustus DPP-FPI mengeluarkan Surat Pernyataan tentang Maklumat Pengembalian Piagam Jakarta
1 Oktober DPP-FPI mengeluarkan Surat Seruan Moral Media. Seruan tersebut dikirimkan ke semua instansi terkait, termasuk seluruh media cetak maupun elektronik.
DPP-FPI mengeluarkan Surat Pernyataan tentang pembebasan Al-Aqsha
9 Oktober Mabes-LPI mengeluarkan Surat Pernyataan tentang Seruan Tolak Israel.
14 Desember Ribuan anggota LPI mendatangi pusat pelacuran Cikijing di perbatasan Subang-Karawang. FPI juga meminta pertanggungjawaban atas kebiadaban para preman terhadap Habib Sholeh Al-Habsyi.

Tahun 2001
9 Oktober FPI melakukan aksi demonstrasi di depan Kedutaan Amerika Serikat dengan merobohkan barikade kawat berduri dan aparat keamanan menembakkan gas air mata serta meriam air.

Tahun 2002
7 Januari DPP-FPI mengeluarkan fatwa haram bagi Pemerintah untuk memungut pajak dari rakyat kecil, menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), Tarif Dasar Listrik (TDL), dan Pulsa Telepon, serta menyusutkan dana pelayanan masyarakat lainnya selama korupsi tidak diberantas.
26 Februari FPI dan Majelis Mujahidin Indonesia menyampaikan protes keras terhadap Kedutaan Besar Singapura tentang:
- Pelarangan jilbab di Singapura
- Pernyataan provokatif Lee Kuan Yew.
15 Maret
- Panglima Laskar Front Pembela Islam (FPI), Tubagus Muhammad Sidik, menegaskan bahwa aksi sweeping terhadap tempat-tempat hiburan yang terbukti melakukan kemaksiatan merupakan hak masyarakat.
- Satu truk massa FPI (Front Pembela Islam) mendatangi diskotek di Plaza Hayam Wuruk.
Sekitar 300 masa FPI menggelar demo di sebuah tempat hiburan, Mekar Jaya Billiard, di Jl. Prof Dr. Satrio No.241, Karet, Jakarta.
21 Maret DPP-FPI mengeluarkan Surat Pernyataan Protes Keras terhadap Filipina yang telah melakukan rekayasa intelijen dalam penangkapan para aktivis dakwah Islam.
22 Maret DPP-FPI mengeluarkan Surat Pernyataan tentang seruan penghentian dan pelarangan perjalanan ke Israel dengan dalih wisata ziarah ke Al-Aqsa atau alasan apapun yang tidak berkaitan dengan upaya pembebasan Al-Aqsa
24 Maret Sekitar 50 anggota FPI mendatangi diskotek New Star di Jl. Raya Ciputat. FPI menuntut agar diskotek menutup aktivitasnya.
25 Maret DPP-FPI menyatakan penolakan kedatangan Shimon Peres, Menlu Israel ke Indonesia. Surat pernyataan ini diikuti oleh Patroli Anti Israel yang digelar Laskar FPI di berbagai daerah, khususnya bandara-bandara internasional dan tempat-tempat wisata di Indonesia.
8 April FPI bersama puluhan ormas Islam lain mendeklarasikan pembentukan Komite Pembebasan Al-Aqsha (KPA) di Kantor Pusat DPP-FPI yang kemudian dijadikan sebagai Sekretariat Bersama KPA. Saat itu juga dibuka pendaftaran jihad ke Palestina. Di hari pertama tidak kurang dari 10.000 mujahid telah mendaftarkan diri. KPA dibentuk dengan tujuan jangka panjang memerdekakan Al-Aqsha dari penjajahan zionis Yahudi Israel. Karenanya, pendaftaran tersebut akan tetap dibuka sehingga tujuan utama KPA terealisasi.
24 Mei Puluhan massa dari Front Pembela Islam (FPI) di bawah pimpinan Tubagus Sidiq menggrebek sebuah gudang minuman di Jalan Petamburan VI, Tanah Abang, Jakarta Pusat.
26 Juni Usai berunjuk rasa menolak Sutiyoso di Gedung DPRD DKI
5 Agustus Perayaan ulang tahun ke-4 FPI dengan tema Pawai Hukum Islam.

Tahun 2003
14 Maret Laskar FPI siap bantu Wartawan yang diintimidasi "Orang-Orang" Tommy Winata.
23 Maret FPI dan ormas Islam lainnya melakukan unjuk rasa di depan Kedutaan Besar Amerika Serikat untuk menentang serangan terhadap Irak.
8 April Ketua Umum FPI dengan Tim Kemanusiaan Hilal Merah Indonesia berangkat ke Yordania, untuk menyampaikan bantuan kemanusiaan ke Irak.
19 September DPP-FPI bersama Laskar FPI, Ormas Islam dan istri aktivis yang diculik mengadakan aksi di Mabes Polri dengan tema Stop Penculikan.
13 Oktober DPP-FPI menyampaikan surat ke DPRD DKI Jakarta dan Gubernur DKI Jakarta tentang Pelarangan buka bagi Tempat Hiburan selama bulan Ramadhan 1424 H dan seminggu pertama Syawal.
Tahun 2004
22 Agustus DPP-FPI menyatakan sikap untuk Golput terhadap Pemilu Presiden putaran ke-2.
Aksi di Tsunami Aceh3 Oktober FPI mendatangi pekarangan Sekolah Sang Timur dan memerintahkan para suster agar menutup gereja dan sekolah Sang Timur. Front Pembela Islam (FPI) menilai orang-orang Katolik telah mempergunakan ruang olahraga sekolah sebagai gereja, yang sudah digunakan selama sepuluh tahun.
11 Oktober FPI Depok Ancam Razia Tempat Hiburan.
28 Oktober Front Pembela Islam (FPI) tetap meneruskan aksi sweeping di bulan Ramadhan
26 Desember Terjadi Bencana Tsunami di Nangroe Aceh Darussalam, FPI segera mengirimkan sukarelawan. Dimana di Aceh ini FPI mendapat nama harum sebagai sukarelawan yang paling bertahan dan bersedia ditugaskan di daerah-daerah yang paling parah, termasuk menjaga kesucian Mesjid Raya Baiturrahman, Aceh.

Tahun 2005
5 Januari Relawan FPI menemukan Jenazah Kabahumas Polda NAD Kombes Sayed Husain yang meninggal karena bencana Tsunami, Aceh.
27 Juni FPI mencegah aksi kemaksiatan bertajuk Kontes Miss Waria di Gedung Sarinah Jakarta
5 Agustus FPI dan FUI mengancam berencana menyambangi kantor JIL atas gagasan-gasannya yang menghina Islam
22 September FPI meminta agar pemeran foto bertajuk Urban/Culture di Museum Bank Indonesia, Jakarta agar ditutup.
Tahun 2006
19 Februari Ratusan massa Front Pembela Islam berunjuk rasa ke kantor Kedutaan Besar Amerika Serikat
12 April FPI menyambangi Kantor Majalah Playboy yang membahayakan akhlak generasi muda.
20 Mei Anggota FPI menggerebek 11 lokasi yang dinilai sebagai tempat maksiat di Kampung Kresek, Jalan Masjid At-Taqwa Rt 2/6, Jati Sampurna, Pondok Gede yang akan merusak moral bangsa.
21 Mei Dalam aksi mendukung RUU APP, FPI, MMI dan HTI menyegel kantor Fahmina Institute di Cirebon yang banyak mengeluarkan pemikiran-pemikiran menyimpang dalam pemikiran Islam.
23 Mei FPI, MMI, HTI, dan FUI meminta klarifikasi KH Abdurrahman Wahid dalama forum Dialog Lintas Etnis dan Agama di Purwakarta Jawa Barat, atas pernyataannya yang menghina al-Qur'an sehingga acara berakhir sebelum waktunya. Namun mendadak sejumlah media massa mengabarkan Gus Dur diusir dari forum sehingga memicu kemarahan pendukungnya.
25 Mei FPI menyidak sejumlah tempat hiburan dan warung minuman di Kampung Kresek, Jatisampurna, Bekasi. Front Pembela Islam (FPI) cabang Bekasi, mengepung kantor Polres Metro Bekasi.
28 Mei FPI tiba di Yogyakarta dan membantu para korban gemba Jogja. Posko FPI dengan 120 relawannya terletak di sebelah barat pintu masuk lapangan, sedang posko HTI di pojok barat-utara lapangan. Ust Drajat, penanggung jawab Posko HTI di Segoroyoso tersebut menerangkan, HTI dan FPI telah bekerjasama mendirikan Tenda Sahabat. Tenda yang berfungsi mulai Jumat (2/06) ini dimaksudkan untuk memberikan berbagai pelayanan kepada masyarakat setempat.

Tahun 2007
25 Januari Ratusan orang anggota FPI, yang dipimpin oleh Habib Rizieq, mendatangi markas Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) untuk meminta dilakukannya investigasi terhadap serangan yang dilakukan Polri di kawasan Tanahruntuh, Poso, Sulawesi Tengah beberapa hari sebelumnya.
29 April Massa FPI mendatangi acara pelantikan pengurus Papernas Sukoharjo yang beraliran komunis.
1 Mei Aksi peringatan Hari Buruh Internasional May Day 2007, diwarnai ketegangan antar gabungan massa aksi Front Pembela Islam (FPI) dan Front anti Komunis Indonesia (FAKI) dengan massa Aliansi Rakyat Pekerja Yogyakarta (ARPY) yang beraliran komunis.
9 Mei Puluhan anggota FPI mendatangi diskotek "Jogja Jogja" dan mengusir orang-orang yang bermaksud mengunjungi tempat hiburan ini. Alasannya, diskotek ini menggelar striptease secara rutin.
12 September FPI menyambangi rumah tempat berkumpul aliran Wahidiyah, karena mengajarkan kesesatan.
24 September Di Ciamis, FPI meyambangi warung yang buka pada bulan puasa karena mereka menjual barang-barang haram (seperti minuman keras) di bulan Ramadan
29 September FPI merazia beberapa warung makan di Tasikmalaya. Setiap warung yang kepergok menyiapkan makanan siap saji langsung ditutup. Pemilik warung juga diberikan selebaran berisi imbauan menghormati bulan suci Ramadan. Aksi ini dikawal polisi.

Tahun 2008
1 Juni Massa FPI bentrok massa Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKK-BB) yang sebagian besar terdiri dari aktivis liberal, kaum homoseks, dan beberapa organisasi menyimpang lainnyab di sekitar Monas. Massa AKK-BB waktu itu sedang berdemo memprotes SKB Ahmadiyah. AKKBB juga melakukan provokasi sebelum terjadi bentrokan.

Tahun 2009
27 Maret Relawan Kemanusiaan FPI Nasional pada hari Jum'at sekitar jam 08.30 WIB langsung turun ke tempat tempat kejadian Bencana Situ Gintung, tepatnya pada sebuah Masjid Jabalur Rahmah yang terendam lumpur sepinggang orang dewasa. Mesjid yang satu-satunya bangunan yang masih berdiri kokoh bertempat tepat di mulut tanggul Situ Gintung. Sementara ratusan rumah disekelilingnya yang juga terbuat dari tembok telah rata dengan tanah, tersapu oleh terjangan air bah akibat jebolnya tanggul Situ Gintung. Relawan Kemanusiaan FPI membuka Posko tepat di masjid tersebut yang fokus bekerja untuk mengevakuasi jenazah yang tertimbun maupun membantu relawan lainnya.
8 September Puluhan massa dari Front Pembela Islam (FPI) Subang, menggelar aksi sosial penggalangan dana bantuan untuk korban gempa bumi Tasikmalaya. Aksi sosial anggota FPI ini, dilakukan di perempatan atau di bawah jembatan layang (fly over) Pamanukan.
5 Oktober FPI membantu korban gempa di Padang. FPI ikut membantu korban gempa di Padang dan sekitar dengan menyediakan relawan. Irwan, salah satu pengurus harian FPI berujar, “FPI telah memberangkatkan relawan sebanyak 4 mobil.”

Tahun 2010
30 April Front Pembela Islam (FPI) dan Laskar Pembela Islam (LPI) mendatangi Hotel Bumi Wiyata di Jalan Margonda Raya, Beji, Depok, Jawa Barat. Sekalipun polisi mencoba menghadang, FPI tetap mencoba masuk ke hotel, untuk membubarkan Seminar Waria yang sedang berlangsung penuh kenistaan.
25 Mei FPI mengupayakan untuk membongkar patung ‘binal’ tiga mojang di Bekasi secara paksa demi menjaga moral masyarakat. Patung ini tidak pantas ditengah Bekasi sebagai basis umat muslim.
28 Mei Saat perayaan waisak dan salat jumat secara bersama FPI melakukan bongkar patung musyrik naga di kota Singkawang.
28 September Front Pembela Islam (FPI) menyambangi empat lokasi pemutaran film yang bertema LGBT (Lesbian, Gay, Biseks, dan Transgender). Pengumuman pembatalan film ini disampaikan lewat Twitter resmi Q! Film Festival, Selasa (28/9/2010).
8 Agustus Ratusan massa Front Pembela Islam (FPI) diserang jemaat gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) Pondok Indah Timur pukul 9 pagi di Kampung Ciketing Asem, Kecamatan Mustika Jaya, Kota Bekasi, Jawa Barat. Sebelumnya FPI melihat ada upaya Kristenisasi yang dilakukan fihak HKBP.
28 Oktober Musibah Bencana yang terjadi di Mentawai dan Merapi mengakibatkan banyak korban, ratusan orang menjadi korban tak terkecuali juru kunci mbah Maridjan. Duka dirasakan seluruh rakyat Indonesia, bantuan dari berbagai pihak berdatangan dilokasi bencana. Tak ketinggalan ormas Front Pembela Umat Islam (FPI) menggalang solidaritas kemanusian untuk membantu para korban. Kami membuka posko bantuan dan relawan untuk 3 lokasi, yaitu untuk bencana Tsunami di Mentawai, bencana gunung Merapi di Jogja dan siaga Banjir di Jakarta," ujar Koordinator Siaga Bencana FPI, Ustadz Mamam. Ustadz Maman menambahkan, lebih dari 300 anggota DPD FPI Jogjakarta sudah terjun mengirimkan bantuan dan membantu evakuasi korban, serta pembersihan debu di masjid-masjid. Selain itu, segera menyusul relawan dan bantuan dari wilayah FPI Tasikmalaya, Jawab Barat dan DKI Jakarta. “Kami membuka posko bantuan dan relawan untuk 3 lokasi, yaitu untuk bencana Tsunami di Mentawai, bencana gunung Merapi di Jogja dan siaga Banjir di Jakarta," ujar Koordinator Siaga Bencana FPI, Ustadz Mamam.
29 Oktober Dengan lokasi medan yang jauh dan sulit dicapai, Ketua Umum Front Pembela Islam Habib Rizieq Shihab menyatakan siap untuk memimpin langsung relawan FPI untuk membantu evakuasi korban Mentawai. ''Saya siap memimpin langsung relawan FPI untuk membantu mengevakuasi korban di Mentawai,'' tegas Habib Rizieq pada Republika di Jakarta, Jumat (29/10). FPI Akhirnya berhasil sampai ke Mentawai, namun kami tidak mendapat tanggal pasti.
29 November FPI (Front Pembela Islam) akan menghadang bintang porno Jepang Maria Ozawa di Bandara Soekarno Hatta, Cengkareng. Rencana kedatangan artis porno dari Jepang, Maria Ozawa alias Miyabi pada Senin (29/11), bakal dihadang ratusan orang dari Front Pembela Islam (FPI). Mereka akan menghadang Miyabi di Bandara Soekarno Hatta, Cengkareng. “FPI Tangerang akan melakukan konvoi tiga kendaraan roda empat dan 50 kendaraan bermotor, memantau kedatangan Miyabi ke Jakarta. (Habib Emuh Assegaf),” begitu bunyi SMS yang diterima Jakarta Fokus dari Ketua FPI DKI Jakarta Habib Salim.
 
 
Tahun 2011
10 Februari Juru bicara FPI, Munarman mengeluarkan ancaman akan menggulingkan pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono jika berani membubarkan organisasi masyarakat seperti FPI. Ancaman itu dikeluarkan dalam menanggapi pernyataan Presiden di Kupang, dalam acara peringatan Hari Pers Nasional yang mengatakan "ormas yang terbukti melanggar hukum melakukan kekerasan, dan meresahkan masyarakat, jika perlu harus dibubarkan." Pernyataan itu dilontarkan tidak lama setelah tragedi pengeberekan jamaah sesat Ahmadiyah di Cikeusik, Banten
18 Februari Seribuan massa dari Front Pembela Islam dan Forum Umat Islam (FUI) melakukan demonstrasi anti Ahmadiyah di Bundaran Hotel Indonesia. Dalam aksi ini FPI dan FUI mengecam dan menuntut pembubaran Ahmadiyah sebagai aliran sesat yang membonceng nama Islam.
4 Maret Massa FPI berhasil menutup markas Ahmadiyah di Kecamatan Lubuk Pinang, Kabupaten Muko-Muko, Bengkulu.
9 Maret Atas dakwah FPI, sebanyak enam orang warga Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya jemaah Ahmadiyah menyatakan diri taubat berdasarkan keinginan sendiri yang merasa telah terlalu jauh mengikuti ajaran Ahmadiyah yang menyimpang dari ajaran agam Islam.
12 Maret FPI menawarkan 1.000 relawannya untuk membantu masyarakat Jepang dalam evakuasi pasca gempa dan tsunami yang melanda negara tersebut.
26 Juli Massa FPI menyidak sebuah gedung yang diduga tempat pertemuan waria di Purwokerto, Jawa Tengah.
13 Agustus Massa FPI menyambangi markas Ahmadiyah di Makasar.
18 Agustus Massa FPI melakukan sweeping Pasar 17 Agustus di Pamekasan.
20 Agustus Massa FPI melakukan sweeping warung di Puncak
27 Agustus Massa FPI menyambangi mobil milik penjual miras di Senayan, Jakarta.
28 Agustus Massa FPI mendatangi SCTV tentang film ? yang melecehkan Islam.
5 Oktober Bayangkan karena takut didatangi FPI, panitia film Q! Festival menyelenggarakan pergelaran film ini diam-diam tanpa ekspose. Acara 10th Q! Film Festival, sebuah festival film yang mengangkat dan mengkampanyekan wacana lesbian, gay, bisexual, dan transgender (LGBT) telah berlangsung berkai-kali di Indonesia. Mereka hanya berhenti tahun 2010 ketika disatroni FPI
14 Desember FPI kawal korban Mesuji untuk mencari keadilan pada penampu kebijakan. Para korban kekejian aparat tersebut didampingi oleh Ketua Umum DPP Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Syihab beserta Badan Hukum Front (BHF) dan Laskar FPI. Ahmad Hanafi SH, salah seorang advokat BHF FPI mengatakan, para korban Mesuji ditampung di Wisma FPI, di Jalan Petamburan III. “Sudah seminggu mereka, bermalam di dekat markaz FPI. Mereka betul-betul meminta perlindungan, karena itu kami sediakan tempat di sana,” kata Ahmad.
19 Desember Tim Investigasi Front Pembela Islam (FPI) yang dipimpin oleh Ustadz Machsuni Kaloko mengabarkan, puluhan bendera FPI berkibar di gubuk-gubuk dan tenda darurat pengungsian warga korban Mesuji, Lampung. Dikabarkan pula, warga menolak masuknya bendera-bendera partai politik di area pengungsian itu. “Itulah salah satu sebab yang menyebabkan tim gabungan pencari fakta komisi III DPR, yang didominasi oleh fraksi-fraksi partai di DPR menjadi gerah berlama-lama di zona pengungsian,” demikian SMS dari salah seorang aktivis FPI yang berada di Mesuji sejak dua hari yang lalu.
20 Desember FPI konvoi menolak maraknya minuman keras dan seks bebas di Kota Tasikmalaya. Mereka melakukan konvoi menggunakan puluhan kendaraan roda dua dan empat. Mereka mendatangi beberapa kantor seperti Gedung kejaksaan Jl.Ir. H. Djuanda, Bale Kantor Walikota Tasikmalaya Jl.Letnan Harun, Mapolresta Tasikmalaya Jln.Letnan Harun dan Gedung DPRD Kota Tasikmalaya Jln. L.L.R.E.Martadinata, Kota Tasikmalaya

Tahun 2012

12 Januari Massa FPI melakukan aksi menolak miras di Gedung Kemendagri. Mendagri berusaha melegalkan barang haram itu di masyarakat.
1 Februari Jaksa Juprizal yang setiap harinya bertugas di Kejaksaan Negeri (Kejari) Batam dibekuk polisi dan massa saat memeras. Juprizal memeras Rp 200 juta kepada Ali Akbar selaku konsultan di Dinas PU Batam dan Suratno, pegawai di Dinas PU Batam. Penangkapan Juprizal pada Rabu (1/2/2012) malam. Penangkapan bermula saat Ali dan Suratno berpura-pura memenuhi permintaan jaksa Juprizal. Dibantu anggota FPI dan personel kepolisian, mereka menjebak jaksa untuk melakukan transaksi.
11 Februari Mendatangi Kalimantan Tengah atas undangan Warga Dayak yang meminta bantuan FPI atas berbagai ketidakadilan di Kalteng, namun provokasi dari Teras Narang menggagalkan kehadiran FPI. (Pz/Berbagai Sumber)

0 komentar:

Kenangan Seorang "Pembawa Tas" Muhammad Natsir

Oleh: H.M.S Dt. Tan Kabasaran*
Agak “istimewa” dari yang lain. Pertama kali bertemu, bukan saya yang mendatangi, tapi pak Natsir yang datang ke Bukittinggi di awal Januari 1950. Beliau mengundang saya bertatap-muka.

Saya baru berusia 22 tahun tapi sudah bekeluarga, ketika mengayuh sepeda menginggalkan rumah di Birugo menuju jalan Luruih untuk memenuhi undangan bertemu pak Natsir di Markas Masyumi Sumatera Tengah. Saat itu beliau baru jadi Ketua Partai Masyumi.

Memang, sejak usia mantah (muda) saya sudah berkecimpung di markas GPII (Gerakan Pemuda Islam Indonesia). Di sini saya mulai dari tukang sapu, hingga jadi Pengurus Wilayah GPII Sumatera Tengah.

Usia saya saat Ananda (reporter) datang ini, sudah 83 tahun. Peristiwa pertamakali bertemu dengan pak Natsir sudah sangat-sangat lama berlalu. Sehingga saya tak begitu ingat lagi bagaimana kesan pertama bertemu dengan beliau.

Di antara generasi pertama GPII dan Masyumi, saya mungkin satu-satunya yang amat jarang menemui beliau ke Jakarta. Beliaulah yang datang menemui saya.“Angku Malin, kata pak Natsir (saat itu saya belum bergelar Datuk), jangan jauh-jauh dari ranah Minang. Saya minta Angku Malin tetap saja di kampung (Bukittinggi). Angku Malin harus menjadi tampatan (tujuan pertama) setiap pengurus Masyumi Pusat dan GPII Pusat yang datang ke ranah Minang.”

Amanah itu, sampai di usia laruik sanjo (larut senja) ini, tetap saya pegang. Saya tak penah beranjak dari ranah Minang, kendati yang memberi amanah sudah lama berpulang ke pangkuan Allah Azza Wajalla.
Walau sangat jarang keluar daerah, saya sangat mendalami garis dasar perjuangan Masyumi yaitu mewujudkan Islam sebagai Dasar Negara Indonesia. Mungkin sudah beratus kali saya baca ulang naskah pidato beliau di muka sidang Konstituante yang bertajuk “Islam Sebagai Negara ”. Inilah yang pertama menarik saya terjun ke GPII dan kemudian Masyumi. Maka, sebagai anggota Masyumi dan bagian dari umat Islam, saya harus tutut berjuang bagi terwujudnya cita-cita menjadikan Islam sebagai Dasar Negara dan berjuang mempersiapkan masyarakat dengan berbagai kegiatan.

Sebab, andai kata Islam berhasil dijadikan sebagai Dasar Negara, maka masyarakat telah siap melaksanakan Syariat Islam karena memang telah kita siapkan sejak awal. Dengan demikian masyarakat Indonesia tidak akan canggung lagi melaksanakan hukum Islam. Karena tugas menyiapkan mental masyarakat itulah, saya menjadi punya cukup banyak pengalaman dan kenangan bersama pak Natsir.


Salah satu persiapan mental umat melaksanakan Islam sebagai dasar negara yang saya lakukan di Bukittinggi adalah menyiapkan dan melaksanakan Kongres Alim Ulama se-Sumatera selama sepekan di awal tahun 1967. Inilah alek gadang pertama yang berhasil mempertemukan para alim ulama di pulau Sumatera dimana saya diamanahkan menjadi Kepala Sekretariat persiapan dan pelaksananya.

Alhamdulillah, kongres Alim Ulama se-Sumatera selama lima hari itu berakhir dengan sukses. Lebih seratus tokoh Alim Ulama di pulau Sumatera hadir. Kendati tidak seluruh Alim Ulama anggota Masyumi, namun Kongres itu berhasil melahirkan rekomendasi yang intinya adalah juga tuntutan Masyumi.

Di antaranya Kongres Alim Ulama se Sumatera menuntut dibersihkannya pemerintahan dari unsur PKI. Bentuk Pengadilan Agama mulai dari Pusat hingga ke Kabupten/Kota di Indonesia. Tapi yang pokok bana sebagaimana tuntutan Masyumi dan kemudian PRRI, adalah dimana Kongres Alim Ulama dalam rekomendasi yang ditandatangani Buchari Tamam selaku ketua dan Sofyan Hamzah Sekretaris adalah, Pengurus Alim Ulama se Sumatera mempercayakan kepada Presiden membentuk Kabinet yang dipimpin Mohammad Hatta tanpa Dewan Nasional (DN) yang dipenuhi anasir komunis/PKI.

Tauladan di Tengah Hutan

Meski inti dari perjuangan pak Natsir adalah agar Negara yang baru merdeka tidak jatuh ke tangan komunis dan tidak terpecah belah menjadi beberapa Negara boneka bagi Negara Asing, dan meskipun dukungan terhadap perjuangan pak Natsir itu amat besar seperti rekomendasi Alim Ulama se-Sumatera itu, tetapi tidak juga digubris rezim penguasa. Justru, jawaban yang diberikan pada pak Natsir adalah penyerbuan. Beliau akhirnya harus masuk hutan-keluar hutan, bahkan dipenjarakan. Tapi itulah pak Natsir yang saya kenal. Beliau seorang pemimpin yang ikhlas dan istiqamah dimana dan kapan pun, bahkan ditengah hutan sekalipun.

Saya adalah kader dengan status sebagai “pembawa tas” pak Natsir saat harus masuk hutan, keluar hutan. Tapi sampai ke tengah hutan sekalipun saya mendapati beliau yo bana (betul-betul) pemimpin. Suatu ketika di dalam hutan, saya menyaksikan beliau didatangi orang kampung yang mengantarkan pucuk ubi, nangka dan segala macam sayuran. Memang orang kampung yang datang itu sudah terseleksi oleh kami. Saya lupa namanya, dia datang dengan pakaian kotor, berkeringat dan rambutnya kusut-masai. Tampaknya, dari ladang dia langsung saja membawa sayuran dengan mengendap-ngendap terus ke tempat persembunyian pak Natsir.

Oleh pak Natsir orang kampung yang datang dengan pakaiannya masih baluluak itu, belum dibolehkan pulang sebelum makan sama-sama dengan beliau. Bahkan sampai ke tempat duduk pun beliau ‘istimewakan’. Orang kampung itu disuruh duduk di sebelah kanan beliau, di sebelah kiri beliau duduk ummi dan anak-anak beliau. Sedangkan saya oleh pak Natsir di suruh duduk di sebelah kiri orang kampung itu.
Berapa kali tampak pak Natsir membasoi orang kampung itu. "Buekan samba, tambuahlah," (buatkanlah sambal, tambah lagi) begitu sapa pak Natsir. Beliau juga tidak buru-buru membasuh tangan begitu nasi di piringnya licin (habis). Beliau menanti orang kampung itu sampai selesai makan, dan barulah sama-sama mencuci tangan.

Kebesaran pak Natsir juga tampak ketika beliau berbincang-bincang dengan orang kampung itu. Memang Rasulullah pernah mengatakan, "Berbicaralah dengan orang, sepanjang pengetahuannya”. Itu dipraktekkan pak Natsir dalam pembicaraan dengan orang kampung itu.

Beliau memang bicarakan juga spirit perjuangan, tapi tidak dengan bahasa 'tinggi'. Jadi, siapapun yang mau datang tidak dibebani rasa takut. Lain dengan pak Syaf (Syafruddin Prawiranegara) atau pak Bur (Burhanuddin Harahap), banyak kawan-kawan takut bila disuruh berbicara empat mata dengan beliau, ‘setelannya’ tinggi.

Pak Natsir kalau berbicara, selalu menyesuaikan dengan audiensnya. Saat berbicara dengan pak Wali Nagari Sungai Batang, dia bicara tidak secadiak(secerdik) Camat. Setiap orang yang pertama bertemu dengan beliau, cepat terpaut hatinya dan merasa seperti sudah kenal lama.

Dari pengalaman selama hampir dua tahun berada dalam rimba bersama pak Natsir, saya sangat merasakan betapa beliau adalah pemimpin sejati yang tidak ada duanya di republik ini. Di masa susah itu, beliau benar sama-sama susah dengan yang dipimpin. Ketika mendaki bukit atau menuruni lembah, beliau sama-sama berjalan kaki dengan kami. Minta dipapah saja beliau tidak pernah, apalagi minta ditandu.

Teladan dari seorang pemimpin yang ikhlas itulah yang menumbuhsuburkan benih kesetiaan di hati para kader hingga tinggal di pelosok kampung dan di pinggir hutan sekali pun. Kesetiaan para kader pak Natsir itu saya saksikan langsung ketika kami baru masuk hutan.
Rimbo (hutan) pertama yang kami huni adalah rimbo Sitalang. Ini merupakan kawasan terujung dari wilayah Lubukbasung Utara berbatasan dengan Palembayan.Dari kampung Sitalang ke rimbo Sitalang cuma berjarak satu jam berjalan kaki saja. Amat dekat sebenar, bagi kaki tentara terlatih. Pada sebuah dangau di tengah rimba Sitalang itulah pak Natsir diungsikan dari kejaran tentara Soekarno yang sudah sampai di kampung Sitalang. Lebih delapan bulan pak Natsir di sini. Tapi tidak pernah tercium oleh tentara Soekarno yang terpisahkan oleh jarak cuma satu jam jalan kaki saja.

Pemimpim Masyumi Sitalang bersama masyarakat benar-benar berjuang menyelamatkan pak Natsir, sehingga tidak ada orang yang tahu lokasinya. Bila pun ada yang tahu, tapi masyarakat benar-benar bisa menutup mulut. Begitulah kharisma pak Natsir di hati ummat. Andai beliau bukan pemimpin paling dicintai ummat, maka pada hari kedua masuk hutan saja, pak Natsir sudah ditangkap. Ya, berapa jauhlah jarak kami dengan balatentara Sekarno. Hanya sekitar satu jam perjalanan saja, dan bagi tentara terlatih tentu itu sangatlah dekat.

Hanya karena kegelisahan seorang tua yang menjadi penunjuk jalan, akhirnya pak Natsir setuju melanjutkan perjalan dari rimbo Sitalang menembus hutan Palembayan, kemudian turun ke Kayu Pasak, lalu berbelok ke desa Maur. Setelah berdiam beberapa malam, Ketua Masyumi Palembayan memandu kami ke dalam hutan yang jarang dilalui orang.

Saya mengawal pak Natsir menuju tepi Batang Masang. Menjelang malam dari sini pak Natsir diberangkatkan ke seberang Batang Masang dengan menaiki rakit. Di sebarang Batang Masang itulah selama 11 bulan, pak Natsir diselamatkan. Padahal jaraknya tidaklah jauh dari tentara musuh. Dari persembunyian itu masih jelas terdengar deru oto prah (truk) yang hilir-mudik mengangkut tentara Soekarno. Pak Natsir berada di sana lebih 11 bulan dengan aman. Dan, barulah keluar dari hutan melalui Aia Kijang setelah Ketua Dewan Perjuangan PRRI, Ahmad Husein, mengumumkan dihentikannya perlawanan, pada awal Juni 1961.

Tapi pengumunan penghentian perlawanan oleh PRRI, bukan akhir perjuangan. Sebenarnya, perjuangan dengan cara dan nama lain, sudah diproklamirkan jauh sebelum pengumuman itu. Tepatnya, di awal Januari tahun 1961. Dalam suatu upacara di Bonjol Pasaman, diproklamirkanlah Republik Persatuan Indonesia (RPI) yang diikuti pak Natsir sebagai Menteri PDK dan Agama, sedangkan Presiden RPI adalah pak Syafruddin Prawiranegara.
Setelah memproklamirkan RPI di Bonjol, rombongan kemudian dibagi dua. Rombongan pak Syaf dan Burhanuddin berjalan ke arah Timur, sedangkan rombongan pak Natsir, Dahlan Djambek dan saya berjalan ke arah ke Barat. Adapun sebab RPI diproklamirkan karena perjuangan PRRI akan segera berakhir dan dibubarkan oleh pemerintahan Soekarno. Sedangkan cita-cita perjuangan PRRI belum tercapai, terutama tentang Pembubaran Dewan Nasional dan pembersihan Kabinet dari unsur PKI.
Karena tidak ada lagi jalan kompromi dengan rezim Soekarno, maka 'dilatuihkan bana' Republik Persatuan Indonesia . Jalannya upacara ya, seperti upacara militer
dilengkapi dengan pasukan militer, di antaranya pasukan Batalyon Kemal Amin.
RPI merupakan gerakan lanjutan PRRI yang dilengkapi dengan naskah Proklamasi dan UUD. Mukaddimah UUD RPI merupakan kutipan langsung dari Pidato Mohammad Natsir dalam suatu pertemuan lengkap Dewan Perjuangan PRRI. Masyarakat akan dapat membaca selengkapnya Mukaddimah UUD RPI di buku Kapita Selecta III yang akan terbit.

Memang, yang diproklamirkan tetap saja bernama Republik Persatuan Indonesia (RPI).Ya, sebenarnya pak Natsir, pak Syaf, pak Bur dan sejumlah tokoh sipil itu sangat cinta Republik Indonesia. Tadinya, sebelum dibentuknya PRRI para tokoh sipil ini sudah membuktikan kecintaannya pada Republik Indonesia. Jadi sebelum meraka datang dan bergabung, para Panglima yang membentuk Dewan-Dewan Daerah sudah sampai pada rencana pemisahan diri dari NKRI. Bahkan rapat di Sungai Dareh arahnya memang sudah ke sana, berjuang melepaskan diri dari Republik Indonesia. Tapi dengan keberadaan pak Natsir, pak Syaf, pak Bur dan Mr. Asaat, cita-cita itu dapat dipadamkan. Orang berempat ini bertahan dengan seruan, "Jangan!” dan makanya yang dibentuk bernama PRRI bukan Republik Sumatera atau bukan seperti yang sudah lebih dulu diproklamirkan yaitu RMS (Republik Maluku Selatan).

Jadi, pak Natsir cs ini bukan pemberontak.Karena yang akhirnya dibentuk hanya Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia. Bukan pemerintahan Negara Sumatera misalnya atau seperti RMS itu. Tetapi setelah lebih 2,5 tahun berjalan, tak ada juga titik temu antara PRRI dan pemerintahan Jakarta. Bahkan jaraknya makin lama makin jauh, sementara di Maluku, Sulawesi dan Kalimantan kian tumbuh gerakan separatis yang mengancam keutuhkan Republik Indonesia. Maka, diproklamirkanlah Republik Persatuan Indonesia itu.

Ada kenangan yang membuat saya tak pernah tidur terkait dengan pak Natsir. Saat itu rencana orang Kristen untuk mendirikan Rumah Sakit Baptis hampir saja terwujud. Mereka telah berjuang sejak tahun 1962 dan hampir mendapatkan tanah setahun kemudian.

Awalnya, mereka mencari tanah dekat Ateh Tambuo Bukittinggi, mereka telah melakukan pendekatan dan hampir dapat membeli tanah itu. Tapi Allah SWT berkehendak lain, rencana jangka panjang mereka dengan RS Baptis itu "bocor" keluar. Saya berhasil mendapatkan anggaran dasar mereka melalui seorang kader yang menyamar dan melamar sebagai tukang kayu pada mereka. Kader ini berhasil mendapatkan anggaran dasar mereka. Betapa terkejutnya saya membaca AD RS Baptis itu. Ada satu pasal yang tegas berbunyi “bahwa usaha Rumah Sakit Baptis dan sosial lainnya, adalah dalam rangka Pengabaran Injil ke daerah-daerah.”
Bocoran itu lalu kami sebarkan ke masyarakat sehingga setiap upaya Baptis membeli tanah, berhasil kami gagalkan. Untuk menggalakkan penjualan tanah di Ateh Tambuo itu, kami datangi Ninik Mamak dan penghulu kaum di situ, kami paparkan tujuan RS Baptis itu.

Gagal di Atah Tambuo, pengurus Baptis berpindah ke Panganak di belakang RS Mukhtar sekarang. Mereka melobi lagi pemuka kaum di sana, tapi malamnya saya datang pula menemui penghulu kaumnya, memaparkan tujuan RS Baptis dengan bukit anggaran dasar mereka. Maka, rencana Baptis mendapatkan tanah, gagal lagi.Tak kehilangan akal, pengurus Baptis lari lagi ke dekat Simpang Mandiangin, ada tanah seluas dua hektar yang diincernya. Kami rangkaki pula ke situ, maka gagal lagi.

Akhirnya, Baptis berhasil mendapatkan sebidang tanah di Luak Anyia, tapi bukan tanah ulayat kaum. Hanya sebidang tanah milik pribadi seorang wanita asal Bayur Maninjau yang bersuamikan seorang cina keturunan Taiwan. Tadinya tanah ini akan dia bangunan perumahan, tapi daerah keburu bergolak. Baptis berhasil mendapatkan tanah tanah milik pribadi itu. Notaris yang mengurus jual-beli itu melaporkan pada saya. “Nyiak, sebagai notaris saya tak bisa mengelak tugas. Namun yang jelas kini saya bocorkan informasi bahwa tanah itu sudah dibeli Baptis. Kini terserah inyiak, mau diapakan fakta ini," kata Notaris itu.

Saya dan teman-teman lalu bermufakat, apa langkah langkah yang harus dilakukan, karena secara fakta tanah itu sudah lepas ke Baptis. Ada teman yang pasrah dengan telah resminya transaksi dihadapan notarius."Sudahlah, lah lapeh kijang karimbo,"ujarnya mengibaratkan.

Kemudian kami "tabik pangana", perjuangan harus diarahkan bukan lagi pada pemilik tanah karena "kijang lah lapeh karimbo", tetapi kepada "pemilik" kota ini yaitu pemerintah. Caranya dengan mendesak DPRD bersidang dan mengeluarkan keputusan agar Walikota tidak memberi izin pembangunan RS Baptis.
Tanpa menunggu besok, di larut malam itu juga kami memburu ketua DPRD Bukit Tinggi. Waktu itu dijabat oleh pak Munir Marzuki Datuk Sutan Maharajo, beliau juga Ketua Masyumi sekaligus Ketua Muhammadiyah Bukittinggi. Kami datang ke rumahnya. Kami paparkan semua kejadian dan bukti bahwa RS Baptis sudah mendapatkan tanah. Lalu beliau bertanya,“Apa rencana tuan-tuan lagi?”

Saya angkat bicara mewakili teman-teman. "Kami minta DPRD melaksanakan rapat pleno darurat dengan keputusan melarang Walikota Bukittinggi memberikan izin bangunan kepada Baptis”.

Bagai "gayung bersambut", ketua DPRD terbakar semangatnya. "Ya, akan saya desak kawan-kawan agar melaksanakan rapat darurat," tegasnya. "Jangan tunggu sehari dua, pak. Sedapatnya DPRD cepat bersidang," desak saya.

Sebagai ketua Masyumi, pak Munir Marzuki tentu sudah sangat sependapat dengan kami. Tapi bagaimana dengan anggota DPRD lainnya?. Rupanya, kader Masyumi yang di parlemen memang teruji kesetiaannya pada perjuangan umat. Besok paginya, pak Munir mendadak mengumpulkan anggota dewan, lalu membicarakan tuntutan kami yang mendesak dilaksanakannya 'sidang istimewa' DPRD Bukittinggi dengan agenda tunggal melahirkan keputusan melarang saudara Walikota mengeluarkan izin bangunan bagi RS Baptis.
Saya maklum, saat itu cukup hangat perdebatan di internal DPRD, tapi saya juga tahu para kader Masyumi di sana tetap setia dengan garis perjuangan Islam sebagai Dasar Negara dan penegakan Syariat Islam di tengah masyarakat. Karena itu saya juga yakin mereka akan turut menggagalkan setiap rencana pemurtadan dan penghancuran aqidah umat, seperti melalui rencana pembangunan RS Baptis itu.

Maka, singkat kata, dalam perdebatan yang cukup hangat di siang itu, akhirnya DPRD sepakat menggelar Sidang Darurat. Bahkan tuntutan kami agar Sidang Darurat dilaksanakan dalam tempo 1x24 jam lagi, ternyata mereka penuhi. Walau saat itu puasa (Ramadhan). Besok malamnya, DPRD Bukittinggi melaksanakan Sidang Darurat di kantornya, di sebelah Masjid Raya sekarang.

Inilah peristiwa pertama DPRD bersidang malam hari, dengan agenda tunggal yang terkait dengan nasib umat. Sidang dilaksanakan setelah shalat tarawih yang dipimpin langsung oleh Ketua DPRD Munir Marzuki. Hebatnya lagi, umat Islam di kota Bukittinggi juga datang berduyun-duyun menyaksikan jalannya sidang karena pak Munir Marzuki tidak saja menyurati semua anggota dewan untuk melaksanakan sidang nanti malam, tetapi beliau juga menembuskan surat undangan itu kepada pengurus Masjid dan Ormas Islam di kota Bukittinggi. Tentu, bergegas kami mengantarkan tembusan surat itu sehingga dapat dibacakan pengurus Masjid dihadapan jamaah tarwih. Dampaknya luar biasa, dari masjid umat berduyun-duyun datang menyaksikan sidang istimewa DPRD. Ratusan kaum ibu bahkan datang sambil tetap mengenakan telekung. Massa membludak hingga menutup jalan raya, pengeras suara terpaksa dipasang di tengah jalan. Kata demi kata yang terucap dalam sidang, jelas terdengar oleh massa. Mereka berulangkali meneriakan takbir "Allahu Akbar!"

Di dalam gedung, saya dan pengurus MUI duduk berhadapan dengan pengurus Baptis yang sengaja dihadirkan agar mendengar langsung apa keputusan DPRD. Semula mereka keberatan hadir, namun setelah dijamin keselamatannya, mereka akhirnya datang juga.

Nyaris tidak ada perdebatan berarti dalam Sidang Darurat DPRD Bukittinggi di tengah malam itu. Menjelang makan sahur Ketua DPRD tampil membacakan hasil Keputusan Sidang Darurat yang isinya adalah DPRD Bukittinggi memutuskan "Melarang saudara Walikota Bukitinggi memberikan Izin Mendirikan Bangunan kepada Yayasan Baptis untuk mendirikan Rumah Sakit Baptis di Luhak Anyir Bukittinggi."

Keputusan DPRD itu disambut pekikan takbir oleh ribuan massa. Sebagian orang tua dan kaum ibu saya lihat melakukan sujud syukur. Dari pelopak mata mereka meneteskan air mata haru di kedinginan udara malam yang membalut kota Bukittinggi.

Saya dan teman-teman beranggapan sejak palu diketuk Ketua DPRD malam itu maka perjuangan telah selesai. Tapi rupanya pihak Baptis tidak kehilangan akal. Melalui orang-orangnya, mereka berhasil mendekati Komandan Korem. Mereka kemudian diberikan tanah tentara yang kini berlokasi di RSU Pusat sekarang. Saya dan teman-kawan terus menggalang aksi penolakan. Sehinggap pada suatu hari saya bersama pengurus Majelis Ulama Bukittinggi dipanggil oleh Komandan Korem ke rumah Dinasnya. Tanpa rasa takut saya memenuhi panggilan itu. Dengan suara tegas Komandan Korem menyatakan "Saya sudah izinkan kepada Baptis mendirikan Rumah Sakit di sana." Tanpa meminta apa pendapat kami, dia langsung mengeluarkan peringatan "Jika masih ada yang banyak bicara, tiga Batalyon di belakang saya,' tegasnya lantang.

Diancam tuan rumah seperti itu, kami diam saja. Tak ada yang berucap sepatah katapun juga. Ada pegangan kami saat itu yaitu pepatah Arab yang artinya, ‘Jika ada orang teler yang bicara padamu, tak usah dijawab. Jawaban yang paling santiang, adalah diam.’

Di awal Juli 1968, datanglah pak Natsir dari Jakarta. Beliau diundang oleh Gubernur Sumbar, ketika itu pak Harun Zain dan Walikota Padang Akhirun Yahya. Ketika itu pak Harun berpikir bagaimana mengembalikan dan membangkitkan harga diri orang Minang yang merasa 'kalah’ pasca PRRI. Rupanya ada yang menyarankan pak Harun, kalau itu tujuannya undanglah pak Natsir agar berkenan datang ke Sumatera Barat. Akhirnya Gubernur dan juga Walikota Padang mengundang pak Natsir. Saya langsung ikut mendamping beliau sejak mendarat di Bandara Tabing Padang hingga berhari-hari kami turun ke daerah-daerah. Bertemulah pak Natsir dengan orang banyak dan kawan-kawan seperjuangan dulu.

Setelah menginap di rumah kontrakan saya di Siteba, esoknya kami memenuhi undangan Gubernur dan Walikota Padang, setelah itu dilanjutkanlah perjalanan ke Batusangkar, 50 Kota hingga sampai ke desa Aia Kijang tempat kami terakhir turun dulu (keluar dari hutan), terus ke ke Bukittinggi, lalu ke Padang Lua. Setiba di Pakan Sinayan kami distop oleh masyarakat.Rupanya mereka rindu melihat wajah pak Natsir. Kami diarak kemudian dibawa singgah ke rumah ibu Asma Malim yang sejak belia sudah menjadi aktivis terkemuka Muslimat Masyumi. Dari Pakan Sinayaan terus ke Embun Pagi dan menurun ke Manjau melalui kelok 44, lalu berbelok ke kiri untuk terus ke Sungai Batang.

Dalam perjalanan ini saya satu mobil dengan beliau. Di sinilah kami berdialog tentang masalah pembangunan RS Baptis. Saya jelaskan kronologis perjuangan yang telah dilalui dalam upaya menggagalkan pembangunan RS yang bermisi pemurtadan dan kristenisasi. Pak Natsir setuju dengan tujuan perjuangan kami, tetapi tidak dengan cara-cara yang kami tempuh.

Pak Natsir berkata, "Kalau begitu caranya Angku-Angku menentang Baptis, maka suatu ketika orang banyak akan menghadap pada Angku-angku. Untuk itu buatlah Rumah Sakit karena dibutuhkan orang banyak. Tentang caranya, nanti kita persamakan. "

Jawab saya, “Kalau itu yang harus saya sampaikan ke orang banyak, lidah saya belum masin lagi, pak.” Setiba di Nagari Sungai Batang, kami berkunjung ke rumah Wali Nagari, kawan seperjuangan juga. Namanya Ismail, tapi kami biasa memanggilnya "Mai". "Angku Mai, pinjam mesin tik, ya," kata pak Natsir setelah kami melepaskan rangkik-rangkik agak sebentar. Pak Wali kaget, tapi langsung bergerak mengambil mesin tik dengan kertasnya sekalian. Seingat saya ketika itu kertasnya hanya jenis kertas koran ukuran setengah folio. Belum ada kertas HVS seperti sekarang.
Saya diperintahkan mengetik apa yang diimlakkan (didiktekan) pak Natsir. Isi surat kecil itu persisnya saya lupa, tapi intinya:”Perlu mengubah cara engku-engku sekalian dalam menghadapi lawan yang semakin hari semakin kuat. Yaitu dengan membuat amal-amal yang bermafaat bagi umat. Umpanya, membuat Rumah Sakit Islam di Bukittingi. Pikirkanlah ini, dan nanti kita persamakan. "

Setelah diketik, surat kecil setengah folio itu beliau baca dengan teliti, lalu beliau tandatangani. Surat itu beliau lipat empat, lalu beliau masukkan ke dalam saku baju saya.

Setelah pak Natsir kembali ke Jakarta, surat kecil pak Natsir saya serahkan ke Buya Datuk Palimokayo. "Buya, ini surat yang diberikan pak Natsir untuk kita bersama. Bacalah," pinta saya. Dengan cekatan Buya Datuk bergegas membacanya. Setelah itu, beliau minta saya segera mengundang beberapa teman untuk rapat. Rapat pertama di rumah Buya Datuk Palimokayo. Ada delapan orang yang hadir, di antaranya saya sendiri dan Buya Datuk, H. Anwar, M. Bakri Datuk Rajo Sampono, Baharudin Kari Basa, Hasan Basri, ibu Naimah Djambek dan Hj. Syarifah.

Rapat pertama itu baru menghasilkan satu keputusan yaitu sepakat membentuk sebuah badan yang diberi nama Lembaga Kesehatan Dakwah. Di hari-hari berikut, tiga kali pengurus Lembaga Kesehatan Dakwah melaksanakan rapat. Pertama di Surau Inyiak Djambek, kali kedua dan ketiga di Jambu Aia di rumah Buya Datuk. Rapat terakhir barulah melahirkan keputusan bahwa perlu dibangun Rumah Sakit Islam di Bukitinggi.
Tapi pertanyaan kemudian muncul, "Bagaimana caranya? " Tak seorang pun diantara kami yang tunjuk tangan. Akhirnya peserta rapat menambah satu lagi keputusan, yaitu menyurati pak Natsir minta beliau mengirimkan seorang tenaga ahli di bidangnya, yaitu bidang pembangunan Rumah Sakit beserta isinya.

Maka ditulislah surat setebal dua halaman yang intinya meminta pak Natsir mengirimkan tenaga ahli. Surat itu ditandatangani oleh H.M D. Palimokayo selaku Ketua Lembaga Kesehatan Dakwah dan saya selaku Sekretaris. Saat itu saya belum bergelar Datuk Tan Kabasaran, tapi Tuanku Sulaiman atau M.S Tk. Sulaiman.

Surat kami cepat direspon pak Natsir. Beliau mengirim seorang tenaga ahli yaitu bapak Mr. Ezeddin dengan tugas penyambung tangan Yayasan Kesehatan Dakwah dalam membangun Rumah Sakit Islam. Cita-cita membangun Rumah Sakit Islam kemudian hari berhasil diwujudkan. Tidak hanya di Bukittinggi, pak Natsir juga memprakarsai pembangunan RS Islam Yarsi di Padang, Padang Panjang, Payakumbuh, Panti dan di Kapar Pasaman.

Dalam perjuangan membangun RSI Ibnu Sina di kelima lokasi itu, pak Natsir adalah pemrakarsanya. Bahkan sejak priode Pengurus Yayasan Rumah Sakit Islam (Yarsi) diketuai Tamrin Manan, SH dan saya Wakil Ketua, sengaja kami cantumkan dalam anggaran dasar Yarsi bahwa pak Natsir baik sebagai peribadi maupun sebagai ketua Dewan Dakwah Islamiyah Pusat, adalah sebagai pemrakarsa berdirinya Rumah Sakit Islam Yarsi itu.

Andai Saja Pak Natsir Didengarkan

Satu hal yang tak saya lupakan adalah ketika ikut merintis lahirnya Majelis Ulama Sumatera Barat, pada tahun 1967. Ini merupakan Majelis Ulama pertama di Indonesia, MUI baru terbentuk tahun 1975.

Ditengah gencarnya kami melawan rencana pembangunan RS Baptis, saya dan beberapa kawan menjadi panitia penyelangara Mubes Alim Ulama se Sumatera Barat bertempat di masjid Jamik Birugo Bukittinggi. Mubes itu berhasil membentuk Majlis Ulama Sumatera Barat dengan pengurus terdiri dari Buya Datuk Palimo Kayo, Buya Zas, Iskandar Zulkarnaini dan buya Datuk Nagari Basa. Saya sebagai Wakil Sekretaris.
Majlis Ulama Sumbar berjalan sampai tahun 1975 ketika terbentukMUI di tingkat nasional. Perjuangan Majelis Ulama Sumbar yang berat adalah menghadapi masalah RS Baptis dan genacarnya kristenisasi hingga ke pelosok Pasaman.

Setelah terbentuk MUI di Jakarta, Januari 1975, datanglah Buya Hamka ke Bukitinggi maka MUI Sumbar yang sudah ada --dalam suatu pertemuan yang dipandu Buya Hamka-- langsung dilebur menjadi MUI Sumbar. Dengan penyesuaian struktur kepengurusan menurut format MUI.

Ketika Buya Hamka datang dan terbentuknya MUI itulah, kami timbang-terimakan masalah RS Baptis. Oleh Buya Hamka masalah itu benar-benar ditindak lanjuti dengan berulangkali mendesak pemeritah Pusat. Akhirnya pemeritah pusat turun tangan. Mulanya berupaya membeli dan mengambil alih RS Baptis itu untuk dijadkan RSUD. Tapi pihak Baptis tidak mau menjual. Mereka mau menjual bila pemerintah menyediakan lokasi di daerah lain. Buya Hamka dan MUI terus melobi pemerintah. Akhirnya Baptis mendapatkan tempat di Bandar Lampung. Di sana dibangun RS Imanuel yang cukup megah.

Dalam suatu dialog kami di atas mobil, beliau juga pernah berpesan bahwa kebenaran itu sama dengan harimau. Kalau sudah keluar dari sarangnya, dia harus menangkap mangsanya. Cuma tergantung waktu, cepat atau lambat. Kadang baru keluar dari sarang Harimau sudah menerkam rusa yang melintas. Kadang berhari-hari baru bertemu kijang.

Kebenaran sama dengan itu. “Kebenaran harus kita sampaikan, apapun resikonya,” kata pak Natsir. Hanya saja kebenaran itu ada yang cepat diterima, ada yang lambat, setelah bertahun-tahun kita menyampaikan. Contohnya tentang PKI. Masyumi sejak awal tahun 50-an sudah mengingatkan bahwa PKI itu musuh. PKI jangan dibawa bersama-sama dalam kabinet. Tapi tidak pernah didengar rezim Soekarno, bahkan orang-orang PKI diberi tempat dan jabatan.

Kesadaran akan peringatan Masyumi tentang bahaya PKI, baru tumbuh tahun 1965. “Tapi harus dibayar dengan tujuh jenderal. Kalaulah sejak awal 50-an Pemerintah mendengarkan Masyumi, ‘penebusan’ dengan tujuh jendral itu tidak perlu terjadi. Tapi apa boleh buat, awak yang sejak awal melawan PKI, awak pula yang dimusuhi.

Begitulah kebenaran, cepat atau lambat dia akan diikuti. Yan penting, cepat sampaikan kebenaran itu. Jangan ragu, jangan gentar, dan itu telah dilakukan pak Natsir dengan perbuatan.

Jauh sebelum meletusnya PRRI, pak Natsir sudah menelan pahitnya akibat menyampaikan kebenaran. Bahkan pada suatu malam, rumahnya diteror pemuda rakyat. Allah SWT menakdirkan pak Natsir berhasil meloloskan diri menuju Padang. Jadi, beliau ke Sumbar bukan kesengajaan untuk ikut PRRI, tapi karena merasa sudah terancam nyawanya di Jakata. Namun ada pula hikmahnya ketika pak Natsir dan beberapa tokoh sipil seperti Pak Syaf dan Burhanudin ikut PRRI. Jika tak ada mereka di dalam, PRRI sudah menjadi gerakan separatis pemisahan diri, seperti RMS atau GAM. Peta Indonesia akan berubah, paling hanya tinggal Jawa-Bali saja.

Tapi itulah pak Natsir, dia berani mengatakan ‘Jangan!” dihadapan para pemimpin Dewan Militer ketika PRRI akan mengambil langkah pemisahan diri dalam pertemuan di Sungai Dareh.


*Mantan Pengawal Pak Natsir di Hutan Sumatera Barat, Tokoh Masyumi Sumbar dan Senior Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia wilayah Sumatera Barat.

0 komentar:

Perantau Minang

‘Makhluk’ ini ada di mana-mana. Bahkan ketika Neil Amstrong mendarat di bulan, di sana didapatinya telah berdiri rumah makan Padang – sebuah anekdot yang mereflek­sikan bahwa perantau Minang dapat ditemukan di empat penjuru angin, yang jumlahnya konon sebanding dengan jumlah saudara seetnis mereka yang tinggal di kam­pung. Mereka berseliweran di sekitar kita, dan mungkin diri kita sendiri adalah bagian dari mereka.

Tapi siapakah gerangan mereka sebenarnya? Tentu saja tidak mudah mengi­dentifikasi sosok mereka secara lengkap dalam esai yang pendek ini. Namun demi­kian, sejumlah perantau dan mereka yang tinggal di Ranah Minang melalui fb-group Palanta R@tauNet mencoba mencungkil beberapa ciri perantau Minang itu (yang agaknya refleksi terhadap diri sendiri): para entrepreneur ulet tapi cenderung hanya jadi pemain di kelas bawah, kata Arif Sulkifli dan Saafroedin Bahar; orang-orang yang meninggalkan kampung kare­na tacemo (melanggar adat) atau karena harga diri mere­ka terendahkan oleh berbagai keadaan (konflik sosial, pe­rang, dll.) kata Arif lagi; mereka yang di rantau mem­praktekkan budaya ‘galir’ dan kepintaran ‘bersilat lidah’, yang mengaku sebagai ‘orang Pa­dang’, malah sering menyem­bunyikan identitas keminang­annya, tapi diam-diam me­nang­­gung rindu dendam tak sudah kepada ranah bundo-nya (gejala Minang Complex) yang alam dan budayanya diharap tetap lestari, kata Nelson Mq, Andiko Sutan Mancayo, Buya Masoed Abi­din, dan Yulizal Yunus; indivi­dual state less yang pergi merantau karena di kampung berguna belum, kata Zulkar­nain Kahar dan Ali Cestar.



Apa pun ciri yang melekat pada perantau Minang, yang jelas mereka adalah migran sebuah etnis yang secara sosio-psikologis berbeda dengan migran-mig­ran dari ratusan etnis lainnya di Indonesia. Sosiolog Mochtar Naim mengungkapkan sebagi­an identitas mereka dalam di­sertasi­nya, Merantau: Mi­nang­kabau Voluntary Migra­tion (Singapura: NUS, 1973). Me­nurutnya: mereka pergi dari kampungnya secara sukarela (voluntary), tapi ada dorongan internal secara kultural yang membuat para pancacak sam­pai profesional kerah putih asal Minangkabau itu pergi meninggalkan ranah bundo mereka di bagian tengah pulau Sumatra yang vulkanis de­ngan perbukitan dan dataran yang hijau subur.

Jika ingin mengetahui siapa sebenarnya perantau Minang, dengarlah kisah yang dilantunkan oleh para tukang rabab dan tukang saluang, tiliklah isi pantun-pantun klasik Minangkabau (lihat: R.J. Chadwick, Topics in Minang­kabau Vernacular Literature, disertasi, University of Wes­tern Australia, 1986), bacalah karya-karya sastra Indonesia modern sebelum kemerdekaan yang berlatar Minangkabau. Di dalamnya terekam suara hati, kegelisahan jiwa, hara­pan-harapan, dan rindu den­dam kultural mereka. Dan kini, sesuai dengan perkem­bangan zaman, isi pikiran mereka, sampai batas terten­tu, dapat pula dilacak melalui laman-laman mailing list dan forum-forum facebook-groups.


Perantau Minang–memin­jam kata-kata tukang rabab Pariaman, Amir Hosen–adalah orang-orang yang ‘sadang indak lala daulu [sebab] tingga di kampuang [hati] kurang sa­nang.’ Mereka lebih dari se­kedar para pengembara fisik yang menuju negeri asing karena ‘di kampung berguna belum’.
Sadang indak’ (lagi miskin) mungkin menjadi salah satu saja dari berbagai faktor pendorong perantau Minang pergi menghadang ‘laut sakti rantau bertuah’. Tetapi Ranah Minang yang begitu subur mestinya membuat mereka tidak terus berada dalam kondisi ‘sadang indak’. Tapi mengapa agaknya hati mereka jadi ‘kurang sanang’ berada di kampung? Penyebabnya, seperti kata Mochtar Naim, dapat diiden­tifikasi dalam struktur adat Minangkabau sendiri: posisi yang labil di rumah istri dan di rumah keluarga matrilineal sendiri, terhalang menikah dengan pujaan hati karena sesuku, perbenturan ideologi, perang saudara, dan lain sebagainya. Kegelisahan kultu­ral itulah yang konon menjadi energi utama yang telah ‘melem­parkan’ jutaan dagang Mi­nang­kabau ke negeri-negeri lain.

Apa pun alasan keper­gian dari kampung, perantau Mi­nang terus menga­lami tran­sformasi psikologis dan sosio­logis mengikuti perubahan rantau yang mereka hinggapi dalam perjalanan hidup mere­ka akibat globalisasi dan revolusi sarana komunikasi dan tran­spor­tasi. Kompetisi yang semakin keras dengan migran dari berbagai etnis lainnya menyebabkan pula okupasi kerja mereka di ran­tau makin bervariasi, walau kebanyakan masih menghin­dari kerja sebagai petani di perantauan.

Setidaknya ada dua tipe perantau Minang: 1) mereka yang berangkat dari kampung halaman ke berbagai rantau, yang sebagian di antaranya telah ‘merantau pipit’ dan sebagian lagi telah ‘merantau Cina’; 2) generasi yang dilahir­kan di rantau dari ayah dan ibu perantau Minang atau ibu orang Minang dan ayah dari etnis lain. Keba­nyakan dari kelompok ini telah berbeda antara bungkus dan isi: bungkus bermerek Minang, tapi isi sudah seperti bubur kampiun, yang tak pas lagi dimasukkan ke dalam ‘kotak’ budaya Minang­kabau. Hubu­ngan kultural mereka dengan Minangkabau cenderung gen­ting–untuk tidak mengatkaan putus. Mungkin kebanyakan mereka adalah individual cultural less jika dilihat dari sudut pandang budaya orang tuanya.

Sejak teknologi komunikasi dan transportasi mengalami revolusi pesat di era 1980-an, sehingga memudahkan kores­pondensi dan mobilitas ma­nusia, perantau Minang juga terkena dampaknya. Hu­bungan tran­sportasi dan komunikasi antara rantau dan kampung, atau sebaliknya, semakin lancar. Teknologi HP makin mengaktifkan budaya lisan dan meminggirkan literacy. Ota lapau virtual di antara peran­tau Minang melalui internet–lengkap dengan sindiran, cemooh, gurauan dan juga carut bungkang–adalah hal yang lumrah sekarang. Idiom ‘surat dari rantau’, sebagai­mana sering ditemukan dalam roman-roman generasi Abdul Muis dan Marah Rusli, kini telah menjadi klasik dan arkais. Bagi perantau yang berhasil ‘menaklukkan’ rantau yang bertuah itu, pulang kampung bisa babaliak hari saja. Tapi bagi mereka yang keok ‘ditelan’ oleh ganasnya rantau, walau hanya meran­tau sejauh Kuok Bangkinang, kampung terasa lebih jauh daripada Mekah. Prinsip mereka sudah jelas: daripada malu pulang ke kampung dalam keadaan (tetap) miskin, lebih baik rantau diperjauh.

Akan tetapi yang lebih menarik adalah mengamati apa yang disebut oleh buda­yawan Edy Utama sebagai ‘merantau pikiran’. Jika ‘me­ran­tau fisik’ adalah keper­gian seorang Minang dari kampung ke daerah-daerah di luar Minangkabau, maka ‘meran­tau pikiran’ bisa saja terjadi di kalangan orang Minang­kabau yang tubuh kasarnya berada di belakang Istana Linduang Bulan, di samping tentunya juga bisa juga terjadi pada diri ‘perantau fisik’.
Drastisnya perubahan kultural yang terjadi di Su­matra Barat sekarang mem­beri indikasi kuat bahwa orang Minangkabau yang tinggal di kampung halaman mereka sendiri telah mela­kukan ‘merantau pikiran’ yang jauh dan terkesan lebih spora­dis. Sebaliknya, para ‘perantau fisik’, khususnya dari tipe (1) di atas, tergagap melihat perubahan kultural mencolok yang sedang terjadi di ranah bundo mereka. Nostalgia indah mereka tentang kampung halaman yang ideal (dari segi budaya) runtuh begitu mereka menjejakkan kaki di Bandara Minangkabau.

Pelbagai komentar yang muncul dalam berbagai mai­ling list dan fb groups yang berlabel ‘Minangkabau’ di internet merefleksikan distor­si-distorsi psikologis dan sosial yang hebat yang dialami oleh para ‘perantau fisik’ dan para ‘perantau pikiran’ Minang­kabau, baik mereka yang berada di rantau maupun yang tinggal di kampung, yang mencerminkan semakin lebar­nya jarak antara yang ideal dan yang real: ada yang mencaci maki budaya Mi­nang­kabau dan para pemangku adatnya; ada yang membayangkan bahwa dalam persandingannya dengan Islam seperti sekarang adat Minangkabau adalah ‘pakaian’ ideal masyarakatnya yang dapat menyelamatkan mereka dari kecenderungan homoge­nisasi kultur dan selera yang di-hondoh-kan oleh budaya global; ada yang melihat perlunya gerakan puritanisme agama ke-2 di Minangkabau untuk melan­jutkan Gerakan Paderi di abad ke-19 yang dianggap ‘terbengkalai’, dan ada pula yang secara radikal keluar dari agama Islam.

Kini berbagai ideologi asing masuk ke Minangkabau tidak lagi lewat diri para perantau fisik seperti yang terjadi di masa lalu (lihat: Christine Dobbin 1983), tetapi melalui satelit yang masuk ke dalam rumah-rumah keluar­ga Minangkabau tanpa mengetok pintu lebih dahulu, dan segala yang berbentuk fisik tempat ideologi-ideologi asing itu membonceng me­nyerbu Sumatra Barat lewat Teluk Bayur, Kelok Sembilan, dan Gunung Medan.

Dalam dunia yang terus berubah, para perantau Mi­nang–fisik dan pikiran, yang berada di rantau maupun yang tinggal di kampung–akan terus mengembara menu­ju tepi di mana mereka tidak akan pernah bisa kembali lagi. Mereka, yang sekali setahun terwakili sosoknya oleh berita tentang ‘pulang basamo’, mungkin akan tetap abadi sebagai jiwa-jiwa yang meng­alami Minang Com­plex, yang terus akan lala daulu sebab badan [dan pikiran], walau di kampung sekalipun, sering merasa kurang sanang.

SURYADI
(Leiden University Institute for Area Studies (LIAS), Leiden, Belanda)





0 komentar:

TUJUH KALI BERHAJI TANPA MELIHAT KABAH


Bismillahir-Rahmanir-Rahim:
Sebagai seorang anak yang berbakti kepada orang tuanya, Hasan (bukan nama sebenarnya), mengajak ibunya untuk menunaikan rukun Islam yang kelima. Sarah (juga bukan nama sebenarnya), sang Ibu, tentu senang dengan ajakan anaknya itu. Sebagai muslim yang mampu secara materi, mereka memang berkewajiban menunaikan ibadah Haji. Segala perlengkapan sudah disiapkan.

Singkatnya ibu anak ini akhirnya berangkat ke tanah suci. Kondisi keduanya sehat wal afiat, tak kurang satu apapun. Tiba harinya mereka melakukan thawaf dengan hati dan niat ikhlas menyeru panggilan Allah, Tuhan Semesta Alam. “Labaik allahuma labaik, aku datang memenuhi seruanMu ya Allah”. Hasan menggandeng ibunya dan berbisik, “Ummi undzur ila Ka’bah (Bu, lihatlah Ka’bah).” Hasan menunjuk kepada bangunan empat persegi berwarna hitam itu. Ibunya yang berjalan di sisi anaknya tak beraksi, ia terdiam. Perempuan itu sama sekali tidak melihat apa yang ditunjukkan oleh anaknya. Hasan kembali membisiki ibunya. Ia tampak bingung melihat raut wajah ibunya. Di wajah ibunya tampak kebingungan. Ibunya sendiri tak mengerti mengapa ia tak bisa melihat apapun selain kegelapan. beberapakali ia mengusap-usap matanya, tetapi kembali yang tampak hanyalah kegelapan. Padahal, tak ada masalah dengan kesehatan matanya. Beberapa menit yang lalu ia masih melihat segalanya dengan jelas, tapi mengapa memasuki Masjidil Haram segalanya menjadi gelap gulita.

Tujuh kali Haji Anak yang sholeh itu bersimpuh di hadapan Allah. Ia shalat memohon ampunan-Nya. Hati Hasan begitu sedih. Siapapun yang datang ke Baitullah, mengharap rahmatNYA. Terasa hampa menjadi tamu Allah, tanpa menyaksikan segala kebesaran-Nya, tanpa merasakan kuasa-Nya dan juga rahmat-Nya. Hasan tidak berkecil hati, mungkin dengan ibadah dan taubatnya yang sungguh-sungguh, Ibundanya akan dapat merasakan anugrah-Nya, dengan menatap Ka’bah, kelak.


Anak yang saleh itu berniat akan kembali membawa ibunya berhaji tahun depan. Ternyata nasib baik belum berpihak kepadanya. Tahun berikutnya kejadian serupa terulang lagi. Ibunya kembali dibutakan di dekat Ka’bah, sehingga tak dapat menyaksikan bangunan yang merupakan symbol persatuan umat Islam itu. Wanita itu tidak bisa melihat Ka’bah.

Hasan tidak patah arang. Ia kembali membawa ibunya ke tanah suci tahun berikutnya. Anehnya, ibunya tetap saja tak dapat melihat Ka’bah. Setiap berada di Masjidil Haram, yang tampak di matanya hanyalah gelap dan gelap. Begitulah keganjilan yang terjadi pada diri Sarah. Kejadian itu berulang sampai tujuh kali menunaikan ibadah haji. Hasan tak habis pikir, ia tak mengerti, apa yang menyebabkan ibunya menjadi buta di depan Ka’bah. Padahal, setiap berada jauh dari Ka’bah, penglihatannya selalu normal.

Ia bertanya-tanya, apakah ibunya punya kesalahan sehingga mendapat azab dari Allah SWT ?. Apa yang telah diperbuat ibunya, sehingga mendapat musibah seperti itu ? Segala pertanyaan berkecamuk dalam dirinya. Akhirnya diputuskannya untuk mencari seorang alim ulama, yang dapat membantu permasalahannya. Beberapa saat kemudian ia mendengar ada seorang ulama yang terkenal karena kesholehannya dan kebaikannya di Abu Dhabi (Uni Emirat).

Tanpa kesulitan berarti, Hasan dapat bertemu dengan ulama yang dimaksud. Ia pun mengutarakan masalah kepada ulama yang saleh ini. Ulama itu mendengarkan dengan seksama, kemudian meminta agar Ibu dari hasan mau menelponnya. anak yang berbakti ini pun pulang. Setibanya di tanah kelahirannya, ia meminta ibunya untuk menghubungi ulama di Abu Dhabi tersebut. Beruntung, sang Ibu mau memenuhi permintaan anaknya. Ia pun mau menelpon ulama itu, dan menceritakan kembali peristiwa yang dialaminya di tanah suci.

Ulama itu kemudian meminta Sarah introspeksi, mengingat kembali, mungkin ada perbuatan atau peristiwa yang terjadi padanya di masa lalu, sehingga ia tidak mendapat rahmat Allah. Sarah diminta untuk bersikap terbuka, mengatakan dengan jujur, apa yang telah dilakukannya. “Anda harus berterus terang kepada saya, karena masalah Anda bukan masalah sepele,” kata ulama itu pada Sarah. Sarah terdiam sejenak. Kemudian ia meminta waktu untuk memikirkannya. Tujuh hari berlalu, akan tetapi ulama itu tidak mendapat kabar dari Sarah. Pada minggu kedua setelah percakapan pertama mereka, akhirnya Sarah menelpon.

“Ustad, waktu masih muda, saya bekerja sebagai perawat di rumah sakit,” cerita Sarah akhirnya.

“Oh, bagus…..Pekerjaan perawat adalah pekerjaan mulia,” potong ulama itu.

“Tapi saya mencari uang sebanyak-banyaknya dengan berbagai cara, tidak peduli, apakah cara saya itu halal atau haram,” ungkapnya terus terang.

Ulama itu terperangah. Ia tidak menyangka wanita itu akan berkata demikian. “Disana….” sambung Sarah, “Saya sering kali menukar bayi, karena tidak semua ibu senang dengan bayi yang telah dilahirkan. Kalau ada yang menginginkan anak laki-laki, padahal bayi yang dilahirkannya perempuan, dengan imbalan uang, saya tukar bayi-bayi itu sesuai dengan keinginan mereka.” Ulama tersebut amat terkejut mendengar penjelasan Sarah. “Astagfirullah……” betapa tega wanita itu menyakiti hati para ibu yang diberi amanah Allah untuk melahirkan anak. bayangkan, betapa banyak keluarga yang telah dirusaknya, sehingga tidak jelas nasabnya. Apakah Sarah tidak tahu, bahwa dalam Islam menjaga nasab atau keturunan sangat penting. Jika seorang bayi ditukar, tentu nasabnya menjadi tidak jelas. Padahal, nasab ini sangat menentukan dalam perkawinan, terutama dalam masalah mahram atau muhrim, yaitu orang-orang yang tidak boleh dinikahi.

“Cuma itu yang saya lakukan,” ucap Sarah. “Cuma itu ? tanya ulama terperangah.

“Tahukah anda bahwa perbuatan Anda itu dosa yang luar biasa, betapa banyak keluarga yang sudah Anda hancurkan !”. ucap ulama dengan nada tinggi.

“Lalu apa lagi yang Anda kerjakan ?” tanya ulama itu lagi sedikit kesal.

“Di rumah sakit, saya juga melakukan tugas memandikan orang mati.”

“Oh bagus, itu juga pekerjaan mulia,” kata ulama. “Ya, tapi saya memandikan orang mati karena ada kerja sama dengan tukang sihir.”

“Maksudnya ?”. tanya ulama tidak mengerti.

“Setiap saya bermaksud menyengsarakan orang, baik membuatnya mati atau sakit, segala perkakas sihir itu sesuai dengan syaratnya, harus dipendam di dalam tanah. Akan tetapi saya tidak menguburnya di dalam tanah, melainkan saya masukkan benda-benda itu ke dalam mulut orang yang mati.” “Suatu kali, pernah seorang alim meninggal dunia. Seperti biasa, saya memasukkan berbagai barang-barang tenung seperti jarum, benang dan lain-lain ke dalam mulutnya. Entah mengapa benda-benda itu seperti terpental, tidak mau masuk, walaupun saya sudah menekannya dalam-dalam. Benda-benda itu selalu kembali keluar. Saya coba lagi begitu seterusnya berulang-ulang. Akhirnya, emosi saya memuncak, saya masukkan benda itu dan saya jahit mulutnya. Cuma itu dosa yang saya lakukan.”

Mendengar penuturan Sarah yang datar dan tanpa rasa dosa, ulama itu berteriak marah. “Cuma itu yang kamu lakukan ? Masya Allah….!!! Saya tidak bisa bantu anda. Saya angkat tangan”.

Ulama itu amat sangat terkejutnya mengetahui perbuatan Sarah. Tidak pernah terbayang dalam hidupnya ada seorang manusia, apalagi ia adalah wanita, yang memiliki nurani begitu tega, begitu keji. Tidak pernah terjadi dalam hidupnya, ada wanita yang melakukan perbuatan sekeji itu.

Akhirnya ulama itu berkata, “Anda harus memohon ampun kepada Allah, karena hanya Dialah yang bisa mengampuni dosa Anda.”

Bumi menolaknya

Setelah beberapa lama, sekitar tujuh hari kemudian ulama tidak mendengar kabar selanjutnya dari Sarah. Akhirnya ia mencari tahu dengan menghubunginya melalui telepon. Ia berharap Sarah telah bertobat atas segala yang telah diperbuatnya. Ia berharap Allah akan mengampuni dosa Sarah, sehingga Rahmat Allah datang kepadanya. Karena tak juga memperoleh kabar, ulama itu menghubungi keluarga Hasan di mesir. Kebetulan yang menerima telepon adalah Hasan sendiri.

Ulama menanyakan kabar Sarah, ternyata kabar duka yang diterima ulama itu. “Ummi sudah meninggal dua hari setelah menelpon ustad,” ujar Hasan. Ulama itu terkejut mendengar kabar tersebut. “Bagaimana ibumu meninggal, Hasan ?”. tanya ulama itu.

Hasanpun akhirnya bercerita : Setelah menelpon sang ulama, dua hari kemudian ibunya jatuh sakit dan meninggal dunia. Yang mengejutkan adalah peristiwa penguburan Sarah. Ketika tanah sudah digali, untuk kemudian dimasukkan jenazah atas ijin Allah, tanah itu rapat kembali, tertutup dan mengeras. Para penggali mencari lokasi lain untuk digali. Peristiwa itu terulang kembali. Tanah yang sudah digali kembali menyempit dan tertutup rapat. Peristiwa itu berlangsung begitu cepat, sehingga tidak seorangpun pengantar jenazah yang menyadari bahwa tanah itu kembali rapat. Peristiwa itu terjadi berulang-ulang. Para pengantar yang menyaksikan peristiwa itu merasa ngeri dan merasakan sesuatu yang aneh terjadi. Mereka yakin, kejadian tersebut pastilah berkaitan dengan perbuatan si mayit. Waktu terus berlalu, para penggali kubur putus asa dan kecapaian karena pekerjaan mereka tak juga usai. Siangpun berlalu, petang menjelang, bahkan sampai hampir maghrib, tidak ada satupun lubang yang berhasil digali. Mereka akhirnya pasrah, dan beranjak pulang. Jenazah itu dibiarkan saja tergeletak di hamparan tanah kering kerontang.

Sebagai anak yang begitu sayang dan hormat kepada ibunya, Hasan tidak tega meninggalkan jenazah orang tuanya ditempat itu tanpa dikubur. Kalaupun dibawa pulang, rasanya tidak mungkin. Hasan termenung di tanah perkuburan seorang diri. Dengan ijin Allah, tiba-tiba berdiri seorang laki-laki yang berpakaian hitam panjang, seperti pakaian khusus orang Mesir. Lelaki itu tidak tampak wajahnya, karena terhalang tutup kepalanya yang menjorok ke depan. Laki-laki itu mendekati Hasan kemudian berkata padanya,” Biar aku tangani jenazah ibumu, pulanglah!”. kata orang itu. Hasan lega mendengar bantuan orang tersebut, Ia berharap laki-laki itu akan menunggu jenazah ibunya.

Syukur-syukur mau menggali lubang untuk kemudian mengebumikan ibunya. “Aku minta supaya kau jangan menengok ke belakang, sampai tiba di rumahmu, “pesan lelaki itu. Hasan mengangguk, kemudian ia meninggalkan pemakaman. Belum sempat ia di luar lokasi pemakaman, terbersit keinginannya untuk mengetahui apa yang terjadi dengan kenazah ibunya. Sedetik kemudian ia menengok ke belakang. Betapa pucat wajah Hasan, melihat jenazah ibunya sudah dililit api, kemudian api itu menyelimuti seluruh tubuh ibunya. Belum habis rasa herannya, sedetik kemudian dari arah yang berlawanan, api menerpa wajah Hasan. Hasan ketakutan. Dengan langkah seribu, ia pun bergegas meninggalkan tempat itu. Demikian yang diceritakan Hasan kepada ulama itu. Hasan juga mengaku, bahwa separuh wajahnya yang tertampar api itu kini berbekas kehitaman karena terbakar.

Ulama itu mendengarkan dengan seksama semua cerita yang diungkapkan Hasan. Ia menyarankan, agar Hasan segera beribadah dengan khusyuk dan meminta ampun atas segala perbuatan atau dosa-dosa yang pernah dilakukan oleh ibunya. Akan tetapi, ulama itu tidak menceritakan kepada Hasan, apa yang telah diceritakan oleh ibunya kepada ulama itu. Ulama itu meyakinkan Hasan, bahwa apabila anak yang soleh itu memohon ampun dengan sungguh-sungguh, maka bekas luka di pipinya dengan ijin Allah akan hilang. Benar saja, tak berapa lama kemudian Hasan kembali mengabari ulama itu, bahwa lukanya yang dulu amat terasa sakit dan panas luar biasa, semakin hari bekas kehitaman hilang. Tanpa tahu apa yang telah dilakukan ibunya selama hidup, Hasan tetap mendoakan ibunya. Ia berharap, apapun perbuatan dosa yang telah dilakukan oleh ibunya, akan diampuni oleh Allah SWT.


Semoga bermanfaat dan penuh Kebarokahan dari Allah.....
Halaqah Sirrul Barokah

Subhanakallahumma wabihamdika AsyaduAllahilaha illa Anta Astagfiruka wa'atubu Ilaik ... Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

0 komentar:

Sebab-Sebab Turunnya Rizki

Akhir-akhir ini banyak orang yang mengeluhkan masalah penghasilan atau rizki, entah karena merasa kurang banyak atau karena kurang berkah. Begitu pula berbagai problem kehidupan, mengatur pengeluaran dan kebutuhan serta bermacam-macam tuntutannya. Sehingga masalah penghasilan ini menjadi sesuatu yang menyibukkan, bahkan membuat bingung dan stress sebagian orang. Maka tak jarang di antara mereka ada yang mengambil jalan pintas dengan menempuh segala cara yang penting keinginan tercapai. Akibatnya bermunculanlah koruptor, pencuri, pencopet, perampok, pelaku suap dan sogok, penipuan bahkan pembunuhan, pemutusan silaturrahim dan meninggal kan ibadah kepada Allah untuk mendapatkan uang atau alasan kebutuhan hidup.

Mereka lupa bahwa Allah telah menjelaskan kepada hamba-hamba-Nya sebab-sebab yang dapat mendatangkan rizki dengan penjelasan yang amat gamblang. Dia menjanjikan keluasan rizki kepada siapa saja yang menempuhnya serta menggunakan cara-cara itu, Allah juga memberikan jaminan bahwa mereka pasti akan sukses serta mendapatkan rizki dengan tanpa disangka-sangka.
Diantara sebab-sebab yang melapangkan rizki adalah sebagai berikut:

- Takwa Kepada Allah
Takwa merupakan salah satu sebab yang dapat mendatangkan rizki dan menjadikannya terus bertambah. Allah Subhannahu wa Ta"ala berfirman, artinya,

"Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke luar. Dan memberinya rezki dari arah yang tidada disangka-sangkanya." (At Thalaq 2-3) 


Setiap orang yang bertakwa, menetapi segala yang diridhai Allah dalam segala kondisi maka Allah akan memberikan keteguhan di dunia dan di akhirat. Dan salah satu dari sekian banyak pahala yang dia peroleh adalah Allah akan menjadikan baginya jalan keluar dalam setiap permasalahan dan problematika hidup, dan Allah akan memberikan kepadanya rizki secara tidak terduga.

Imam Ibnu Katsir berkata tentang firman Allah di atas, "Yaitu barang siapa yang bertakwa kepada Allah dalam segala yang diperintahkan dan menjauhi apa saja yang Dia larang maka Allah akan memberikan jalan keluar dalam setiap urusannya, dan Dia akan memberikan rizki dari arah yang tidak disangka-sangka, yakni dari jalan yang tidak pernah terlintas sama sekali sebelumnya."

Allah swt juga berfirman, artinya,

"Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya." (QS. 7:96)

- Istighfar dan Taubat
Termasuk sebab yang mendatang kan rizki adalah istighfar dan taubat, sebagaimana firman Allah yang mengisahkan tentang Nabi Nuh Alaihissalam ,

"Maka aku katakan kepada mereka:"Mohonlah ampun kepada Rabbmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun" niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai." (QS. 71:10-12)

Al-Qurthubi mengatakan, "Di dalam ayat ini, dan juga dalam surat Hud (ayat 52,red) terdapat petunjuk bahwa istighfar merupakan penyebab turunnya rizki dan hujan."

Ada seseorang yang mengadukan kekeringan kepada al-Hasan al-Bashri, maka beliau berkata, "Beristighfarlah kepada Allah", lalu ada orang lain yang mengadukan kefakirannya, dan beliau menjawab, "Beristighfarlah kepada Allah". Ada lagi yang mengatakan, "Mohonlah kepada Allah agar memberikan kepadaku anak!" Maka beliau menjawab, "Beristighfarlah kepada Allah". Kemudian ada yang mengeluhkan kebunnya yang kering kerontang, beliau pun juga menjawab, "Beristighfarlah kepada Allah."

Maka orang-orang pun bertanya, "Banyak orang berdatangan mengadukan berbagai persoalan, namun anda memerintahkan mereka semua agar beristighfar." Beliau lalu menjawab, "Aku mengatakan itu bukan dari diriku, sesungguhnya Allah swt telah berfirman di dalam surat Nuh,(seperti tersebut diatas, red)

Istighfar yang dimaksudkan adalah istighfar dengan hati dan lisan lalu berhenti dari segala dosa, karena orang yang beristighfar dengan lisannnya saja sementara dosa-dosa masih terus dia kerjakan dan hati masih senantiasa menyukainya maka ini merupakan istighfar yang dusta. Istighfar yang demikian tidak memberikan faidah dan manfaat sebagaimana yang diharapkan.

- Tawakkal Kepada Allah
Allah swt berfirman, artinya,
"Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya." (QS. 65:3)

Nabi saw telah bersabda, artinya,

"Seandainya kalian mau bertawakkal kepada Allah dengan sebenar-benarnya maka pasti Allah akan memberikan rizki kepadamu sebagaimana burung yang diberi rizki, pagi-pagi dia dalam keadaan lapar dan kembali dalam keadaan kenyang." (HR Ahmad, at-Tirmidzi dan dishahihkan al-Albani)

Tawakkal kepada Allah merupakan bentuk memperlihatkan kelemahan diri dan sikap bersandar kepada-Nya saja, lalu mengetahui dengan yakin bahwa hanya Allah yang memberikan pengaruh di dalam kehidupan. Segala yang ada di alam berupa makhluk, rizki, pemberian, madharat dan manfaat, kefakiran dan kekayaan, sakit dan sehat, kematian dan kehidupan dan selainnya adalah dari Allah semata.

Maka hakikat tawakkal adalah sebagaimana yang di sampaikan oleh al-Imam Ibnu Rajab, yaitu menyandarkan hati dengan sebenarnya kepada Allah Azza wa Jalla di dalam mencari kebaikan (mashlahat) dan menghindari madharat (bahaya) dalam seluruh urusan dunia dan akhirat, menyerahkan seluruh urusan hanya kepada Allah serta merealisasikan keyakinan bahwa tidak ada yang dapat memberi dan menahan, tidak ada yang mendatangkan madharat dan manfaat selain Dia.

- Silaturrahim
Ada banyak hadits yang menjelaskan bahwa silaturrahim merupakan salah satu sebab terbukanya pintu rizki, di antaranya adalah sebagai berikut:
-Sabda Nabi Shalallaahu alaihi wasalam, artinya,

"Dari Abu Hurairah ra berkata, "Aku mendengar Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda, "Siapa yang senang untuk dilapangkan rizkinya dan dipanjangkan umurnya maka hendaklah menyambung silaturrahim." (HR Al Bukhari)

-Sabda Nabi saw, artinya,

"Dari Abu Hurairah Radhiallaahu anhu , Nabi Shalallaahu alaihi wasalam bersabda, "Ketahuilah orang yang ada hubungan nasab denganmu yang engkau harus menyambung hubungan kekerabatan dengannya. Karena sesungguhnya silaturrahim menumbuhkan kecintaan dalam keluarga, memperbanyak harta dan memperpanjang umur." (HR. Ahmad dishahihkan al-Albani)
Yang dimaksudkan dengan kerabat (arham) adalah siapa saja yang ada hubungan nasab antara kita dengan mereka, baik itu ada hubungan waris atau tidak, mahram atau bukan mahram.

- Infaq fi Sabilillah
Allah swt berfirman, artinya,
"Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dia lah Pemberi rezki yang sebaik-baiknya." (QS. 34:39)

Ibnu Katsir berkata, "Yaitu apapun yang kau infakkan di dalam hal yang diperintahkan kepadamu atau yang diperbolehkan, maka Dia (Allah) akan memberikan ganti kepadamu di dunia dan memberikan pahala dan balasan di akhirat kelak."
Juga firman Allah yang lain,artinya,

"Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan dari padanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji. Syaitan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir); sedang Allah menjanjikan untukmu ampunan daripada-Nya dan karunia. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui." (QS. 2:267-268)

Dalam sebuah hadits qudsi Rasulullah saw bersabda, Allah swt berfirman, "Wahai Anak Adam, berinfaklah maka Aku akan berinfak kepadamu." (HR Muslim)

- Menyambung Haji dengan Umrah
Berdasarkan pada hadits Nabi Shalallaahu alaihi wasalam dari Ibnu Mas"ud Radhiallaahu anhu dia berkata, Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda, artinya,

"Ikutilah haji dengan umrah karena sesungguhnya keduanya akan menghilangkan kefakiran dan dosa sebagaimana pande besi menghilangkan karat dari besi, emas atau perak, dan haji yang mabrur tidak ada balasannya kecuali surga." (HR. at-Tirmidzi dan an- Nasai, dishahihkan al-Albani)
Maksudnya adalah, jika kita berhaji maka ikuti haji tersebut dengan umrah, dan jika kita melakukan umrah maka ikuti atau sambung umrah tersebut dengan melakukan ibadah haji.

- Berbuat Baik kepada Orang Lemah
Nabi saw telah menjelaskan bahwa Allah akan memberikan rizki dan pertolongan kepada hamba-Nya dengan sebab ihsan (berbuat baik) kepada orang-orang lemah, beliau bersabda, artinya,
"Tidaklah kalian semua diberi pertolongan dan diberikan rizki melainkan karena orang-orang lemah diantara kalian." (HR. al-Bukhari)
Dhu"afa" (orang-orang lemah) klasifikasinya bermacam-macam, ada fuqara, yatim, miskin, orang sakit, orang asing, wanita yang terlantar, hamba sahaya dan lain sebagainya.

- Serius di dalam Beribadah
Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiallaahu anhu, dari Nabi Shalallaahu alaihi wasalam bersabda, "Allah Subhannahu wa Ta"ala berfirman, artinya,

"Wahai Anak Adam Bersungguh-sungguhlah engkau beribadah kepada Ku, maka Aku akan memenuhi dadamu dengan kecukupan dan Aku menanggung kefakiranmu. Jika engkau tidak melakukan itu maka Aku akan memenuhi dadamu dengan kesibukan dan Aku tidak menanggung kefakiranmu." 

Tekun beribadah bukan berarti siang malam duduk di dalam masjid serta tidak bekerja, namun yang dimaksudkan adalah menghadirkan hati dan raga dalam beribadah, tunduk dan khusyu" hanya kepada Allah, merasa sedang menghadap Pencipta dan Penguasanya, yakin sepenuhnya bahwa dirinya sedang bermunajat, mengadu kepada Dzat Yang menguasai Langit dan Bumi.

Dan masih banyak lagi pintu-pintu rizki yang lain, seperti hijrah, jihad, bersyukur, menikah, bersandar kepada Allah, meninggalkan kemaksiatan, istiqamah serta melakukan ketaatan, yang tidak dapat di sampaikan secara lebih rinci dalam lembar yang terbatas ini. Mudah-mudahan Allah memberi kan taufik dan bimbingan kepada kita semua. Amin.

Al-Sofwah( Sumber: Kutaib "Al Asbab al Jalibah lir Rizqi", al-qism al-ilmi Darul Wathan. )

0 komentar:

Copyright © 2012 Malin Renceh.